Kamis, 24 Oktober 2013

THE DEMONS


Beberapa waktu lalu ketika saya tidak bisa tidur pada dini hari, saya menyalakan televisi dengan harapan masih ada tayangan yang layak menjadi tontonan. Pada akhirnya saya memindah channel televisi yang tiba-tiba memunculkan tayangan mistis yang sampai sekarang pada umumnya masih menjadi andalan stasiun televisi. Saya tertarik menontonnya karena pada waktu itu tampak suatu adegan yang menurut saya cukup konyol untuk ditampilkan pada suatu siaran media yang sering kali mengusung slogan sebagai media informasi yang mendidik bangsa. Waduh, tayangan yang memuat per-hantu-an, kok bisa dibilang mendidik ya? Tapi sudahlah, pikir saya. Wong judulnya saya hanya berusaha mencari hiburan.
Berlokasi di suatu pinggir pantai, dengan suara deburan ombak yang berada di sekelilingnya, dan pasir putih, tampak adegan di tayangan tersebut, seorang mediator, istilah orang yang dirasuki roh halus oleh seorang yang tampak seperti ustad. Artinya ada seorang yang mengenakan kopiah, baju koko, kain sorban.. kan ini tampak seperti seorang pemuka agama, mengeluarkan jurus-jurusnya yang menangkap suatu makhluk astral kasat mata dan dirasukan pada seorang mediator. Kemudian, tampak seorang pewawancara yang menceritakan bahwa arwah yang merasuki mediator tersebut adalah orang yang dianggap dituakan pada dunia per-arwah-an di daerah tersebut. Dengan menggunakan bahasa jawa, dari sekian banyak pertanyaan yang disampaikan oleh mbak pewawancara, ada yang menurut saya cukup membuat saya terkekeh geli di dini hari sepi di ruang tivi rumah saya. Bukan suatu tayangan mistis, seperti yang diharapkan stasiun televisi yang menayangkan siaran tersebut. bahkan menurut saya, tayangan ini merupakan lawakan paling orisinal yang pernah saya tahu.
Mbak pewawancara menanyakan tentang orang yang ngalap berkah pada orang yang telah dirasuki oleh arwah tersebut, “Mbah, bagaimana dengan orang yang biasa mencari pesugihan di sini? Apakah banyak?”
Sang hantu menjawab, “Iyo, akeh sing mrene nggolek pesugihan”
Mbak pewawancara, “Apakah benar, mbah sanggup memberikan harta kekayaan kepada mereka?”
Sang hantu menjawab kembali, “Sing iso menehi pesugihan kuwi mung Sing Kuwoso.”
Hehehehe.. kurang lebih begitu. Dan hal tersebut, ditanyakan sekitar 3 kali oleh mbak pewawancara kepada mediator arwah tersebut. Lebih aneh lagi, ketika sang hantu menjawabnya bukan dengan kata iya, bukan atau lainnya, melainkan langsung mengungkapkan bahwa yang memberi kekayaan adalah Yang Maha Kuasa. Lha wong hantu kok bisa membuat suatu retorika… hehehe.. kocak kan.. Artinya sang hantu tidak mau secara eksplisit mengemukakan secara detail bahwa mungkin jika ada orang ngalap berkah, dan mendapat kekayaan, maka pada akhirnya hanya akan membawa malapetaka. Ini yang ngomong bukan saya lho, melainkan sang hantu itu.
Pada dasarnya saya ini terdidik secara alamiah menjadi orang yang skeptis. Sehingga tentang hal hantu tersebut, saya merasa antara percaya dan tidak percaya. Entahlah.. bingung.. saya percaya bahwa ada makhluk kasat mata tersebut. wong si mbak pewawancara menanyakan juga pada hantu itu, dan dijawab, “kami ini biasa kalian sebut sebagai jin.”. Namun untuk mempercayai lebih dari itu, seperti nya kok susah. Artinya ketika ingin percaya bahwa mereka bisa membuat kita sakti atau hal-hal selain itu, rasanya masih susah. Kultur keluarga saya yang kental dengan budaya Jawa dan Islam, justru membuat saya lebih paham dengan hal-hal spiritual seperti itu. Tapi untuk percaya, saya mikir dulu ya… namun masih anehnya lagi, ketika masih ada ajah orang yang mencari hal-hal begituan dengan sistem ekstrem, artinya instan. Waduh.. hari gini.. mana ada yang cepet-cepet dan gratis. Sebenarnya kan Tuhan memberi kelebihan manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir. Harusnya dengan hal demikian, bisa mikir dunk, kenapa kita nggak minta pada Yang Maha Kuasa, yang menciptakan semua nya, malah meminta kepada sesama makhluk yang notabene semua makhluk itu punya peluang nafsu untuk oportunis. Haddeeww.. pusing kan. Hidup ini ajah dah pusing, kok malah cari perkara untuk lebih pusing lagi.

ESIO TROT (Aruk-aruk)



Binatang yang sebenarnya tokoh utama dalam buku cerita ini, bahkan tidak perlu membuat cerita tambahan. Karena yang menjadi tokoh kisah dalam buku ini adalah seorang jejaka tua yang sedang jatuh cinta pada perempuan paruh baya yang tinggal di bawah apartemen sang jejaka tua tersebut. Kura-kura hanya akan menjadi suatu benang merah yang akan melatarbelakangi kisah cinta sang jejaka tua.
Pada catatan sang penulis diawal buku, memberikan ilustrasi tentang permulaan ide yang muncul dari tema kura-kura tersebut. Bagaimana kura-kura menjadi binatang yang cukup digemari sebagai binatang peliharaan. Bahkan proses perdagangan kura-kura di Inggris, juga sekilas diceritakan.
Sebenarnya cukup membingungkan tentang kategori bacaan, karena ini menyangkut hubungan percintaan antara dua orang dewasa dan kura-kura sebagai media perantara mereka. Mungkin buku cerita ini cocok dibaca oleh anak usia 12 tahun ke atas. Ketika emosi anak mulai mengenal lawan jenis dan rasa yang melingkupinya.
Kisah tentang Mr. Hoppy tinggal di sebuah apartemen kecil, tinggi di dalam bangunan beton. Ia tinggal seorang diri. Dari dulu, dia selalu kesepian dan sejak pension dari pekerjaannya, dia lebih kesepian lagi. Ada 2 hal yang dicintai Mr. Hoppy dalam hidupnya. Salah satunya adalah bunga-bunga yang ditanamnya di balkon apartemen. Bunga-bunga itu tumbuh dalam pot, tong kayu, juga keranjang dan pada musim panas balkon mungil itu bermandikan warna-warni indah. Hal kedua yang dicintai Mr. Hoppy merupakan rahasia yang disimpannya sendiri.
            Balkon yang persis di bawah balkon Mr. Hoppy lebih menjorok keluar sedikit daripada yang ditempatinya, maka Mr. Hoppy selalu dapat melihat pemandangan dan kegiatan yang terjadi di bawahnya dengan jelas. Balkon milik wanita paruhbaya yang menarik bernama Mrs. Silver. Mr. Silver janda yang juga tinggal seorang diri. Dan walaupun ia tak menyadarinya, dialah yang diam-diam dicintai Mr. Hoppy. Mr. Hoppy mencintainya diam-diam dari balkonnya selama bertahun-tahun, tapi Mr. Hoppy amat pemalu dan tak pernah sanggup member sedikit saja petunjuk bahwa ia mencintai Mr. Silver.
            Setiap pagi Mr. Hoppy dan Mrs. Silver bertukan sapa dengan sopan, yang satu menatap ke bawah, yang satu lagi menatap ke atas, tapi hanya begitu. Jarak di antara balkon-balkon mereka mungkin tak sampai beberapa meter, tapi bagi Mr. Hoppy rasanya seperti berjuta-juta kilometer. Ia ingin sekali mengundang Mrs. Silver ke apartemennya untuk minum teh dan makan biscuit, namun setiap kali ia hendak merangkai kata-kata ajakan, keberaniannya menguap. Seperti yang kukatakan tadi, ia pria yang amat sangat pemalu (hal 12).
Mr. Hoppy mengkhayalkan, kalau saja dia dapat melakukan sesuatu yang menakjubkan seperti menyelamatkan nyawa wanita itu, atau menolongnya dari sekelompok perampok bersenjata, kalau saja dia dapat melakukan hal yang luar biasa sehingga membuatnya bagaikan pahlawan di mata wanita tersebut. Kalau saja..
            Masalahnya, Mrs. Silver telah memberikan seluruh cintanya pada makhluk lain, dan makhluk itu adalah kura-kura kecil bernama Alfie. Setiap hari, bila Mr. Hoppy menatap ke bawah melalui balkonnya dan melihat Mrs. Silver membisikkan kata-kata sayang pada Alfie serta mengelus batok kura-kura itu, ia menjadi sangat cemburu. Ia bahkan tidak keberatan menjadi kura-kura jika itu yang harus dilakukan untuk mendapatkan bisikan sayang dan elusan di batoknya dari Mrs. Silver setiap pagi (hal 15)
            Hingga suatu ketika, di suatu pagi yang cerah di bulan Mei, saat terjadi suatu yang mengubah dan jelas menyentakkan kehidupan Mr. Hoppy. Di pagi itu Mrs. Silver, mengharapkan bahwa Alfie si kura-kura akan tumbu lebih cepat. Mrs. Silver selalu menimbang Alfie pada timbangan kue pada saat Alfie bangun dari tidur di musim dinginnya. Setelah dipelihara dalam kurun waktu tiga belas tahun, kenaikan berat Alfie tidak lebih dari tiga ons dan nyaris tidak bertambah sama sekali. Mr. Hoppy berpendapat pada Mrs. Silver bahwa kura-kura memang lambat tumbuh, namun mereka bisa hidup seratus tahun. Mrs. Silver tetap berharap bahwa Alfie dapat tumbuh sedikit lebih besar.
            Kemudian benak Mr. Hoppy berputar seperti roda mesin. Ini jelas kesempatan besar baginya. Mr. Hoppy mengatakan pada Mrs. Silver bahwa dia tahu bagaimana cara membuat kura-kura tumbuh lebih cepat. Mr. Hoppy menyatakan bahwa ia pernah bekerja di Afrika Utara dimana kura-kura di Inggris ini berasal. Lalu ada seorang pria dari suku pedalaman memberitau rahasia. Mrs. Silver sangat senang sekali, hingga Mrs. Silver memohon pada Mr. Hoppy untuk memberitaunya. Mrs. Silver bahkan bersedia menjadi pelayan Mr. Hoppy seumur hidup. Saat Mr. Hoppy mendengar kata-kata menjadi pelayan seumur hidup, getar kebahagiaan merayapi tubuhnya.
            Lalu dimulailah trik Mr. Hoppy untuk membuat kura-kura peliharaan Mrs. Silver menjadi besar. Pertama, Mr. Hoppy memberikan mantra kepada Mrs. Silver. Dalam secarik kertas tersebut, Mrs. Silver harus membisikkan mantera itu pada Alfie dengan cara mengangkat Alfie sejajar dengan wajah Mrs Silver, dan membisikkan kata-kata itu tiga kali sehari, yaitu pagi, siang dan malam.
            Saat kembali ke apartemennya, Mr. Hoppy mulai menjalankan trik yang lain. Mr. Hoppy pergi dan membeli selembar kanvas tebal dan menggelarnya ke seluruh permukaan ruang duduk untuk menutupi karpet. Kemudian ia mengeluarkan buku telepon dan mencatat semua toko binatang yang ada di kota. Empat belas toko semuanya. Mr. Hoppy membutuhkan dua hari untuk mengunjungi seluruh toko binatang itu dan memilih kura-kua. Ia menginginkan banyak kura-kura, minimal seratus, mungkin lebih. Dan ia harus memilih mereka dengan seksama. Alfie memiliki batok berwarna gelap, maka Mr. Hoppy hanya memilih kura-kura yang batoknya berwarna lebih gelap untuk koleksi besarnya. Ukuran, tentu, sangat penting. Mr. Hoppy memilih berbagai ukuran, beberapa hanya sedikit lebih besar daripada Alfie yang beratnya tiga belas ons, beberapa jauh lebih besar, tapi Mr. Hoppy tak menginginkan yang beratnya kurang dari tiga belas ons. Oleh pemilik toko binatang, Mr. Hoppy diberitahu makanan binatang itu adalah kubis dan semangkuk air. Ketika selesai, Mr. Hoppy, karena sangat antusias, ternyata membeli tidak kurang dari 140 kura-kura dan ia membawa pulang dalam beberapa keranjang, sepuluh atau lima belas keranjang sekali jalan. Kemudian, Mr. Hoppy membuat dua cakar atau jari-jari besi, dan kedua cakar ini ia pasang di ujung pipa besi panjang. Ia memasukkan dua kawat tipis ke dalam pipa dan mengaitkannya dengan kedua cakar tadi sedemikian rupa sehingga jika ia menarik kawatnya, maka cakar-cakar itu mengatup, dan jika ia mendorongnya, cakar-cakar itu terbuka. Kawat-kawat tersebut dihubungkan dengan gagang di ujung pipa yang lain.
            Mrs. Silver bekerja paruhwaktu. Ia bekerja dari pukul 12.00 hingga pukul 17.00 setiap hari kerja di toko yang menjual surat kabar dan permen. Ini membuat aksi Mr.Hoppy jauh lebih mudah dilakukan.
            Maka pada siang pertama yang menegangkan itu, setelah yakin Mrs. Silver sudah pergi ke tempat kerjanya. Mr. Hoppy keluar menuju balkonnya, bersenjata pipa besi panjang. Ia menyebut alat itu penangkap kura-kura. Alfie sedang berjemur di bawah sinar matahari yang pucat pada satu sisi balkon. Dengan alat itu, Alfie dengan mudah dicapit dan diangkat ke balkon Mr. Hoppy, dan mengganti Alfie dengan kura-kura yang agak lebih besar sedikit. Dengan perhitungan yang cermat, Mrs. Silver tidak menyadari bahwa kura-kura yang sedang bersamanya itu bukanlah Alfie. Yang terlihat oleh Mrs. Silver, Alfie semakin hari semakin bertambah besar, sehat dan selalu makan lebih lahap dari biasanya. Mrs. Silver beranggapan bahwa tubuh besar kura-kura yang ada bersamanya karena mantera yang setiap hari dibisikkan padanya. Mr. Hoppy terus menerus menukar kura-kura tersebut hingga akhir minggu ke delapan.  Mrs. Silver kemudian menimbang kura-kura yang sedang bersama tersebut. Ternyata beratnya dua puluh tujuh ons. Mrs. Silver gembira sekali dengan perkembangan kura-kuranya. Mrs. Silver merasa berterimakasih sekali dengan keajaiban yang dilakukan oleh Mr. Hoppy. Ia bermaksud mengundang Mr. Hoppy minum teh di sore hari itu. Hingga muncullah keberanian Mr. Hoppy untuk mengajak Mrs. Silver menikah. Mrs. Silver tidak mengira bahwa Mr. Hoppy akan meminta menikah dengannya. Mrs. Silver bersedia menikah dengan Mr. Hoppy. Mr. Hoppy juga berjanji akan memelihara Alfie selamanya.
Esok sorenya, Mr. Hoppy mengembalikan semua kura-kura yang lain kepada para pemilik toko binatang dan mengatakan bahwa mereka boleh mengambil semua binatang itu dengan gratis. Mr. Hoppy membersihkan ruang duduknya, tak meninggalkan sedikitpun bekas kubis atau jejak kura-kura. Beberapa minggu kemudian Mrs. Silver menjadi Mrs. Hoppy dan keduanya hidup amat bahagia selamanya.
Pada penutup buku ini, dikisahkan bahwa Alfie kecil, si kura-kura asli peliharaan Mrs. Silver dibeli oleh seorang gadis kecil bernama Roberta Squibb dari toko binatang peliharaan. Roberta merawat Alfie dengan baik. Kejadian ini sudah lama sekali, Roberta sekarang telah dewasa dan memiliki dua orang anak, tapi Alfie masih tetap bersamanya. Begitu lama yang dibutuhkan Alfie untuk tumbuh dua kali lipat lebih besar daripada sewaktu ia bersama Mrs. Silver. Namun akhirnya Alfie menjadi besar juga.

Judul : Esio Trot (Aruk-Aruk)
Penulis : Roald Dahl
Ilustrasi : Quentin Blake
Penerjemah : Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2006

Resensi ini diikutsertakan dalam Fun Year With Children's Literature

Kamis, 26 September 2013

THE RAILWAY CHILDREN

Penulis : Edith Nesbit Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Tebal : 312 halaman ISBN : 978-979-22-5257-6 Tahun Terbit : cetakan kedua, 2010 Berlatarbelakang awal kehidupan di abad 20, kehidupan keluarga yang mempunyai 3 orang anak yaitu, Roberta, Peter dan Phyllis yang tinggal berkecukupan di Vila Edgecombe, pinggiran kota London, Inggris. Rumah yang pada awalnya memiliki perabotan lengkap, disini oleh pengarang digambarkan sebagai rumah biasa berdinding bata merah, yang kaca pintu depannya berwarna-warni, dengan sebuah selasar luas berlantai ubin yang disebut hall-ruang tamu- kamar mandi berkeran air panas dan dingin, bel listrik, jendela-jendela panjang seperti pintu yang menghadap ke kebun, dengan cat putih di mana-mana dan “segala perlengkapan modern” –begitu yang dikatakan oleh agen penyewaan rumah. (hal 7) Tentunya dengan beberapa pelayan, juru masak dan tukang kebun. Kegiatan anak-anak hanya bermain, sekolah dan kegiatan menyenangkan lainnya. Seperti berkunjung ke museum, kebun binatang dan sebagainya. Sang Ayah bekerja pada Kementerian Luar Negeri. Kemudian Ayah tiba-tiba menghadapi masalah yang terungkap di akhir bab, maka Ibu dan 3 anak ini terpaksa pindah ke sebuah desa, meninggalkan semua kemewahan yang selama ini dijalani. Kemudian menempati sebuah pondok kecil yang dikenal oleh penduduk sekitar desa dengan sebutan Pondok Tiga Cerobong. Awal perpindahan mereka terpaksa merasakan hal yang jauh berbeda dengan kehidupan di kota. Ketidakmampuan Ibu untuk menyekolahkan mereka, maka sebagai sarana hiburan, mereka bermain di stasiun yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Alih-alih mereka bersedih karena merasa tertimpa musibah karena Ayah mereka sedang “pergi jauh”, dari stasiun ini mereka mengalami petualangan yang cukup seru. Mereka juga mulai mengerjakan rumah tangga sendiri. Seperti saat Ibu mereka sakit (hal 68). Maka ketiga anak ini mulai mencuci baju, menata tempat tidur masing-masing dan sebagainya menjadi hal yang mengasyikan. Seperti tindakan mencuci batubara dari persediaan kereta di stasiun untuk perapian di rumah, yang diistilahkan Peter sebagai kegiatan “menambang batubara” (hal 28). Mulailah mereka berkenalan dengan beberapa pegawai stasiun, Kepala Stasiun dan Pak Perks, portir stasiun. Diceritakan pula ketika mainan lokomotif Peter yang rusak dan belum sempat diperbaiki oleh Ayah karena terlanjur “pergi jauh”, maka Roberta berinsiatif untuk membawanya pada seorang masinis dalam kereta yang sedang melaju. Karena Roberta berpikir bahwa seorang masinis pasti bisa memperbaiki mainan kesayangan Peter tersebut. Untungnya ada kondektur kereta yang berbaik hati mampu memperbaiki mainan lokomotif tersebut. Petualangan berlanjut saat mereka secara tidak sengaja melambai pada kereta yang sedang melaju pada setiap pukul 09.15, yang tidak diduga memunculkan seorang teman, yang disebut oleh mereka sebagai Pak Tua. Pak Tua inilah yang nanti akan menjadi tokoh yang membantu meringankan beban Ibu ketika sakit, membantu menemukan anak dan istri orang Rusia yang sedang terkena sial karena kehilangan identitas dan tidak bisa berbahasa Inggris, bahkan hingga membantu Ayah kembali. Secara tidak langsung, peran Pak Tua menjadi bagian penting dari kehidupan Roberta, Peter dan Phyllis. Petualangan ketiga anak ini tidak melulu hanya pada seputaran stasiun dan kereta. Mereka juga menjelajahi kanal yang tidak jauh juga dari Pondok Tiga Cerobong. Bahkan mereka mampu menyelamatkan seorang bayi yang berada pada sebuah kapal yang terbakar karena tidak sengaja sang pemilik membersihkan pipanya dengan ceroboh, sisa bara di dalam pipa tepercik, jatuh ke karpet di depan perapian, menghanguskannya dan akhirnya membuat perahu tersebut terbakar (hal 179). Belum lagi kejutan ulang tahun Pak Perks. Niat baik ketiga anak ini, awalnya mendatangi seluruh penduduk desa untuk meminta bantuan merayakan ulang tahun Pak Perks. Namun tidak mudah mendapat bantuan tersebut (hal 186). Pak Perks juga salah paham tentang hadiah tersebut, Pak Perks justru merasa terhina dengan bantuan yang diberikan beberapa penduduk desa tersebut. Namun setelah dijelaskan dengan susah payah oleh 3 anak tersebut dibantu Bu Perks, Pak Perks dapat menerima barang-barang tersebut sebagai hadiah ulang tahun tersebut. The Railway Children diterbitkan pertama kali tahun 1906, dan bahkan pada tahun 1970 pernah diadaptasi menjadi film televisi. Sebagai novel yang dikategorikan bacaan anak-anak, agak dirasa ironis ketika novel ini merupakan penggambaran aturan-aturan di Inggris yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, ataupun gambaran yang tidak ideal terhadap kehidupan anak-anak pada waktu itu. Misalnya saja, ketika pada cerita sang Ayah yang pergi karena ternyata bekerja sebagai agen pemerintah, mungkin dianggap sebagai perwujudan dari perasaan Edith Nesbit yang kehilangan ayahnya ketika dirinya masih berusia 4 tahun. Buku ini sepertinya baik dibaca untuk anak-anak usia awal 7 tahun atau lebih. Karena memang pada dasarnya memang bersifat petualangan dan kasih sayang orang tua. Oleh karena itu, terlepas dari kesedihan dibalik cerita, novel ini cukup memberikan penghiburan pada petualangan yang dialami anak-anak kereta api tersebut. Pesan moral untuk selalu survive pada segala keadaan hidup dan untuk selalu bersemangat menghadapi segala kemungkinan buruk yang terjadi, bahwa setiap kesulitan akan menunjukkan kemudahan pada suatu ketika kelak. -Review ini diikutsertakan dalam Fun Year with Children's Literature

Sabtu, 15 Juni 2013

Trying Something

Kali ini saya mencoba untuk lebih serius. Dalam artian, saya mulai dengan membuat catatan barang masuk dan keluar. Setidaknya saya masih bisa mengontrol terhadap pengeluaran dana yang seharusnya menjadi modal dan keuntungan bisnis yang sedang saya rintis ini. Berawal dari melihat status teman SMP saya di wall FB nya. Tentang sebuah bisnis MLM yang memang selama ini saya juga membeli dari teman saya di kantor. Beberapa product memang cocok dengan saya. Namun yang saya tertarik, karena saya sedang mencoba menantang diri saya sendiri untuk lebih konsisten terhadap bisnis saya ini. Dulu ketika saya jual pulsa, mungkin tidak terasa keuntungannya karena barang yang saya jual merupakan barang yang cepat sekali habisnya, dan keuntungannya yang diterima sedikit sekali. Walaupun jika ditekuni secara mendalam, pasti akan menguntungkan. Namun, bagi saya yang senang sekali menggunakan uang dagang untuk kegiatan yang lain, maka bisnis pulsa bukan hal yang cocok bagi saya. Melihat dari feng shui, memang saya tidak cocok dengan usaha makanan. Bukan percaya pada hal tersebut, melainkan setelah saya pikir, saya memang tidak berbakat jika menggeluti dunia kuliner tersebut. Selain tipikal saya yang moody, kadang saya terbentur dengan kesempurnaan saya untuk menjual semua product. Padahal tentunya, dalam ilmu dagang, bukankah kadang ada barang yang dapat dijual dan kadang terdapat barang yang tidak laku. Lha kalau saya jualan makanan, yang ada kalau ada makanan sisa dan basi, pasti saya akan merasa sangat bersalah sekali. Dan seperti kondisi tersebut akan tidak bagus bagi perkembangan jiwa saya, mudah sekali stress dengan keadaan yang menurut saya tidak seperti yang saya bayangkan. Dengan berbekal rasa semangat dari FB teman SMP saya tersebut, saya memberanikan diri untuk mendaftar menjadi member pada MLM tersebut. Mungkin karena memang kesempatan datang, berdasarkan kebutuhan saya sendiri terhadap product tersebut, maka akhirnya saya bertekad untuk serius mendalami penjualan tersebut. Belum lagi ketika mendengar kabar, bahwa ibu mertua saya berhasil mendapatkan kios baru. Saya sedang menjajagi kemungkinan bisa menitipkan sedikit product saya untuk dijual disitu… hehehe.. Selain ketika teman kantor yang mengundurkan diri dari bisnis MLM, sehingga pelanggannya dapat dialihkan kepada saya. Belum lagi, dari upline saya, saya masih dianggap meneruskan orang lamanya yang tidak meneruskan bisnis ini juga. Begitu banyak kemudahan yang saya anggap mungkin ini merupakan mukzijat Tuhan, agar saya bisa dengan semangat memulai bisnis MLM ini. Karena ini merupakan kali pertama saya menekuni secara serius, jadinya saya lebih berhati-hati lagi untuk membelanjakan uang dari hasil penjualan barang tersebut. Tapi sesungguhnya pengeluaran saya kali ini bukan untuk diri saya sendiri, melainkan memang diperuntukkan bagi kebutuhan rumah tangga. Saya memang kudu membayangkan dapat mendapat bonus yang besar, sehingga kemauan saya untuk displin menjadi lebih semangat lagi. Cuma kadang yaa.. itu kalau kambuh moody nya, emang harus selalu memompa semangat bagi diri sendiri deh.. Belajar displin dan konsisten, sebenarnya hanya konsep itu saja yang belum pernah saya terapkan dengan sungguh-sungguh. Alhasil, malah jadinya saya mulai belajar marketing. Suatu hal yang dulu saya tidak pernah saya bayangkan untuk bisa memulainya. Sekarang ini dengan kondisi kebutuhan yang memang saya semakin rawan harus meningkatkan income untuk mempersiapkan biaya hidup anak saya. Mengandalkan suami saja, sepertinya bukan tipe saya, sehingga memang saya harus berpikir lebih untuk hal tersebut. Sehingga saya harus belajar untuk bisa memasarkan.

Attitude and Cooperation

Menurut saya, core departemen tempat saya bekerja ini, sebenarnya merupakan tempat yang paling kudu bisa mengedepankan sistem komunikasi dan koordinasi yang paling cepat, akurat dan efektif. Kebetulan saya ini berada di sebuah departemen yang memang seharusnya orang-orang yang di dalamnya bener-bener paham tentang makna saling terbuka tentang peran dan tanggung jawab personel dalam sebuat team. Tentunya dalam setiap pekerjaan, yang namanya team merupakan kesatuan dari beberapa orang yang merujuk pada suatu tujuan. Kalau di perusahaan tempat saya bekerja ini, divisi pembelian tentunya berkaitan dengan kepuasan user alias customer yang menjadi pelanggan kita. Kalau di perusahaan yang masih dalam bentuk project begini, tentunya hanya berkaitan dengan sesama departemen saja, sebutlah misalnya departemen maintenance and heavy equipment, mengajukan permohonan permintaan barang pembelian mur dan baut. Proses pembeliannya pun bisa memerlukan waktu, misalnya masih kudu mengerti benar spesifikasi barang. Nah, disinilah gunanya komunikasi. Koordinasi disini penting karena berkaitan dengan kebutuhan user yang emang menunjang kegiatan produksi di pabrik sana. Selain itu, komunikasi dengan sesama rekan kerja. Menurut saya, yang namanya sebuah team, yang namanya ngobrol antara sesama rekan satu team itu merupakan hal yang paling penting. Saya sebenarnya sangat paham sekali bahwa setiap orang tentunya mempunyai karakter, visi dan sikap individual. Saya menyadari benar, ketika teman kerja saya mempunyai misalnya, sifat egois, tidak bisa diperintah atau bahkan tidak bisa bekerja dalam sebuah team. Artinya memang dia lebih suka bekerja sendiri. Tapi tetep dunk dalam batas kewajaran. Artinya kita ini merupakan team yang .. helloo.. ada orang lain juga di situ juga. Kalau Cuma bilang selamat pagi dan pamitan pulang ajah susah banget untuk ngomong, lha buat apa masuk dalam sebuah divisi yang notabene kudu ngomong tiap hari. Emang bener sih, hubungan kita cuma dengan supplier dan user. Tapi mbok ya nyadar, di ruangan itu ada makhluk-makhluk Tuhan yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Bisa hanya menyapa ringan, say hello, atau berkomentar ringan. Kecuali kalau emang dirinya sakit permanen, trus kemudian tidak menyapa teman-teman di sekelilingnya yang merupakan satu keluarga. Ya ampuun.. mending dirinya resign ajah, daripada membuat kekompakan satu team menjadi bubar. Pernah mikir nggak sih, siapa yang mengerjakan tugasnya klo dirinya cuti atau sakit atau sekedar lagi nggak mood kerja. Pernah mikir nggak, koordinasi itu tidak hanya dengan atasan saja melainkan juga dengan rekan-rekan sekitarnya. Yang ada ketika hanya diam dan pasif, tanpa ada keterangan apapun, mending dirinya cuti panjang atau resign sekalian. Pernah mikir nggak sih, kalau sikap itu merupakan hal yang paling banyak berkaitan dengan tim kerja, hubungan antar karyawan dan saling menghargai sesamanya. Bahkan perusahaan biasanya akan lebih mempertahankan karyawan yang menghargai orang laen, optimis dan mampu bekerja sama dibanding dengan yang bekerja baik namun punya perilaku aneh. Suer, saya sungguh tidak bisa mengerti dengan jalan pikirannya ketika istilahnya kalau orang lokal bilang kapal kayu, artinya orang yang tidak mau bertegur dengan rekannya. Masak kerja modelnya kudu disuruh melulu oleh atasan, tidak ada inisiatif untuk memulai sesuatu. Bekerja dimanapun pasti tidak akan lepas dari suatu team kerja. Bahkan suatu perusahaan kadang sangat berpengaruh antara kerjasama dan semangat dalam suatu team. Sekalipun hanya satu departemen saja. Karyawan yang bisa bekerja sama dengan siapapun, menjadi poin penting yang diperhitungkan. Sebenarnya dirinya itu mikir nggak sih, bahwa tidak ada keberhasilan per orang, melainkan yang ada keberhasilan team. Bahkan dia tidak menyadari ketika banyak pekerjaannya yang diambil alih oleh orang lain, terlihat bahwa sebenarnya dirinya tidak capable di bidang kerja nya tersebut. Pernah nyadar nggak sih, bahwa proses kinerja nya selama ini, diamati terus oleh pimpinan. Walaupun tetap berorientasi pada hasil yang diperoleh, namun cara yang dilakukan untuk meraih hasil yang maksimal pun, sepertinya juga menjadi pertimbangan penilaian atasan. Mikir nggak sih, ketika sekarang berada di jaman dimana banyak orang yang berebut kerja dan kadang melakukan apapun untuk bisa mendapatkan pekerjaan tersebut, bisa ajah kan sewaktu-waktu posisinya bakal digeser. Tidak melulu menjadi orang yang harus cerewet atau miss gaul kalau istilah ponakan saya. Melainkan hanya memaafkan dengan cepat, kemampuan kecepatan untuk menyelesaikan masalah, salah persepsi, dendam dikerjai rekan, padahal emang tidak bermaksut mengerjai, hanya sebatas salah paham saja, dan konflik pun sehingga suasana kerja menjadi nyaman kembali. Mikir nggak sih, kalau hidupnya itu tidak sendirian di situ. Mikir nggak sih, ketidaknyaman suatu team akan berpengaruh pada kelangsungan bisnis perusahaan. Tau juga sih, kalau rasa dendam hanya akan membuat kita lelah dan tidak mampu berpikir positif. Jadi jangan marah kalau saya mendoakan bahwa rekan yang nyebelin, suatu ketika akan kena batunya sendiri.. hehehe..

Minggu, 19 Mei 2013

About The Ex

Berikut tentang beberapa kalimat yang waktu lalu saya rangkum dari Kulwit Alberthiene Endah, tanggal 09 Maret 2013. Salah seorang penulis favorit saya, yang saya follow twitter-nya diantara penulis favorit saya lainnya. Begini Alberthiene Endah menulis : 1. Banyak banget ya, tips menjelang nikah. Jarang ada tips menjelang cerai 2. Menurutku orang yang sukses dalam percintaan bukan yang awet sama seseorang. Tapi orang yang tidak pernah membenci dan dibenci mantan-mantannya. 3. Mantan itu “tempat belajar”. Belajar tau jeleknya kita. Belajar mengerti jeleknya pacar. 4. Mantan juga tempat “berlari”. Bayangannya Cuma kita yang tahu enaknya untuk diapain. 5. Fisiknya mantan. Bayangannya nggak. Itu yang terjadi pada yang susah move on. 6. Mantan juga tempat mengukir. Tentang seberapa sanggup menyuruh pikiran kita untuk lupa. 7. Mantan itu nggak perlu dilupain. Karena orang-orang yang indah memang ditakdirkan untuk teringat. 8. Sebagaimana pikiran kita mampu menyimpan banyak hal, begitu pula ruang hati terhadap mantan. Tak perlu diusir, karena memang mereka pernah ada di sana. 9. Bagaimanapun juga, meskipun sekarang sejauh matahari, dulu dia pernah sedekat nadi. That’s all. Ehhmmm, okay. Jlleebbbb…. Kultwit tersebut sempat menohok telak bagi saya. Karena memang mungkin saya sendiri sampai sekarang masih belum bisa move on, dari 3 sosok lelaki yang pernah dekat dengan saya. 1 orang adalah mantan, 1 orang adalah selingkuhan abadi dan 1 orang adalah kasih tak sampai saya. Gile bener kan. Padahal mereka semua mungkin sudah tidak peduli lagi dengan saya. Bahkan saya sempat berpikir, jangan-jangan mereka pun sudah lupa dengan saya. Hihihi.. betapa saya ini tampak sangat mengenaskan sekali bukan. Namun tidak bisa saya pungkiri, saya sering bermimpi tentang mereka. Macem-macem ceritanya. Dari mulai jalan ke mall, jalan di padang rumput, ketemu di ruang bandara dll. Uniknya dalam mimpi tersebut, sosok suami saya pun selalu menyertai saya. Setiap kali saya bangun tidur dengan mimpi aneh tersebut, saya selalu merasa geli. Saya bisa mengenang kembali mereka yang pernah sedekat nadi tersebut. Lucu sekali pikir saya. Saya berharap suatu saat, saya bisa melepaskan mereka semua dengan lega. Mungkin butuh waktu untuk lebih sibuk dari sekarang ini untuk bisa tiba-tiba memandang mantan tersebut sebagai bagian hidup. Kadang pikiran saya sering menghadirkan bayangan mereka, untuk sejenak istirahat dari hiruk pikuk suasana hati saya. Namun sungguh, saya terlalu penakut untuk selalu berdekatan kembali secara nyata dengan mereka. Kecuali dengan orang kisah tak sampai saya itu. Masih aman, karena kebetulan dia bisa menjaga kenangan saya pada tempatnya. Dia menikah atau tidak pun, tidak memberitau saya. Hehehe.. jadi makin cinta deh padanya.. saya menganggap dia bijaksana dalam menyikapi saya yang berulang kali menyatakan cinta padanya dulu.. Tapi untuk mantan dan selingkuhan abadi saya, saya belum bisa mendekat kembali. Bahkan hingga account FB dan email nya, saya hapus. Demi menjaga kenangan indah saya tentang mereka pada tempatnya. Kebetulan mereka semua telah menikah pula. Saya terlalu takut untuk cemburu..hehehe.. Mungkin memang begitulah sifat saya yang tidak pernah bisa untuk terlalu dalam merasakan sakit. Menjauh dari bagian yang menurut saya bagian yang harus dikubur dalam. Bagi saya, dengan mengingat hal-hal yang indah, akan memompa semangat saya meraih hal-hal yang lebih baik lagi. Mengafirmasi bahwa saya bisa berkreasi dan optimis menjalani hidup. Makanya untuk mendekati mantan, saya lebih sering berpikir milyaran kali deh. Cukup mengakhirkan kisah cinta yang sedemikian kocak itu indah pada waktunya. Menjadikan bahwa semuanya harus selesai, tuntas disitu saja. Cukup dengan keindahan bayangannya saja yang kadang saya pikir, akan mengabur dengan sendirinya. Entah kapan. Pada masanya, kelak. Karena sampai sekarangpun, saya memang belum sanggup untuk bisa lupa. Merasakan bahwa sungguh, hal yang aneh ketika dulu dengan polosnya saya bisa menyerahkan hati, rasa dan jiwa. Untungnya Tuhan mempertemukan dengan suami saya, yang memang saya rasa pas untuk memahami tentang semuanya pada diri saya ini. Jadi ketika menikah pun, saya tidak merasa kehilangan jati diri dan pemikiran saya. Dan kebetulan sungguh merupakan hal menyenangkan ketika saya masih bisa melakukan hal-hal di "me time" seperti biasanya.

Senin, 25 Februari 2013

Setiap Tempat Punya Cerita [Arifah Erlisdyanah]

Judul : Pantai Nusakambangan, Kabupaten Cilacap
Niatnya memang penelitian dengan 3 dosen dan 2 orang teman baru. Sekitar tahun 2005 yang lalu. Selama waktu satu setengah minggu di tempat penelitian, yang kebetulan kita mengambil tempat di Kabupaten Cilacap, tentunya kurang afdol jikalau tidak berkunjung ke Nusakambangan yang terletak di selatan Kabupaten Cilacap. Akhirnya pada waktu luang, disela tugas melakukan penelitian tersebut kami berencana mengunjungi Nusakambangan. Dari pelabuhan Cilacap, kita menaiki kapal Ferry selama 15 menit. Sebagai tempat yang terkenal sebagai penjara bagi orang-orang yang telah melakukan kejahatan kelas berat. Lembaga pemasyarakatan yang terkenal sebagai tempat high security di Indonesia. Pada waktu itu, kami dipandu untuk berkeliling pulau selama 4 jam. Oleh pemandu dijelaskan tentang macam-macam rumah tahanan yang terdapat di Nusakambangan. Misalnya rutan batu, rutan kembang kuning dan beberapa lagi yang saya lupa namanya. Pada waktu itu, penghuninya masih terdapat Tommy Suharto, Amrozi dan penjahat terkenal lainnya. Nusakambangan yang memang disetting sebagai tempat lembaga pemasyarakatan, memang sekilas tampak menyeramkan. Suasana yang lenggang, hutan dan tanaman yang rimbun masih mendominasi sekitar daerah tersebut. Belum lagi, rumah penduduk yang tampak jarang, sering terasa lebih sepi. Mungkin dimaksudkan agar para tahanan lebih merasa terasing dengan dunia luar. Pemandu mengajak kami ke Gua Ratu. Goa ini panjangnya sekitar 4,5 km dan berujung di pantai selatan, untuk menelusuri goa ini ga bisa sembarangan karena pada kedalaman lebih dari 100 m karena akan membutuhkan tabung oksigen, katanya baru sedikit orang yang mampu menelusuri goa ini sampai ke ujung. Banyak penjual yang menjajakan kerajinan yang terbuat dari batu akik. Ternyata penjual tersebut, beberapa diantaranya merupakan mantan napi Nusakambangan. Mungkin ketika bebas, mereka tidak mempunyai tempat untuk kembali sehingga mereka memutuskan untuk tetap berada di Nusakambangan dan mencari nafkah dengan berjualan. Setelah beberapa saat berada di Gua Ratu. Kemudian pemandu mengajak kami ke pantai Nusakambangan. Di tempat inilah, saya merasakan keindahan yang luar biasa. Deburan ombak yang begitu kencang, dikombinasikan dengan batu karang yang kukuh berdiri, khas karakter Pantai Selatan Jawa, merupakan hal yang indah yang dipaparkan oleh Nusakambangan. Tampak dilatarbelakang kami, dibuat sebuah monumen yang berbentuk pisau komando Kopassus. Disampaikan oleh pemandu, bahwa monumen pisau komando tersebut dibuat karena di area tersebut memang sering digunakan oleh pasukan Kopassus untuk berlatih. Ingin rasanya bermain air disitu, namun karena dilarang oleh ibu dosen akhirnya yang kami lakukan hanyanya berjalan sejenak menyusuri pantai dan berfoto disela karang. Bentuk batu karang yang indah, pantai pasir putih dan riak air kecil yang menghempas pantai, merupakan hal indah yang saya temui. Berasa seperti berada pada gambar National Geographic. Tentunya bagi saya baru saja bergabung, memanfaatkan moment tersebut untuk mengakrabkan diri dengan 2 rekan baru saya tadi. Hingga sekarang ini, pertemanan saya dengan salah satu rekan penelitian saya masih terjalin baik. Sungguh menyenangkan sekali. Setelah beberapa saat beristirahat, kita kembali ke Pelabuhan Nusakambangan. Kembali menaiki kapal ferry untuk berlayar menuju Pelabuhan Cilacap. Meninggalkan pantai Nusakambangan yang akan selalu saya kenang sebagai tempat indah.
# Cerita ini diikutsertakan pada Setiap Tempat Punya Cerita

Sabtu, 09 Februari 2013

COMMITMENT

Emang yang namanya disiplin itu, susahnya minta ampun. Bertambahnya tanggung jawab dan rendahnya motivasi, kadang membuat saya harus memaksa diri saya sendiri agar tetap bisa melaksanakan kegiatan tersebut. Yaitu merawat anak. Sesuatu yang dulu tidak pernah saya bayangkan, akhirnya sekarang ini saya mengalaminya sendiri. Penuh dengan hiruk pikuk yang seringkali membuat saya stress. Mungkin terlalu lama single sehingga jiwa saya yang masih seenaknya ini belum bisa sepenuhnya berganti peran sebagaimana mestinya. Masih belum bisa merasakan tanggung jawab dan tetap mengagungkan egoisme. Parah sekali. Saya mencintai anak saya. Cuma sekarang ini, saya masih terlalu mencintai diri saya sendiri. Saya berusaha untuk mengubah mind set tersebut dalam benak saya. Memang butuh waktu. Menghancurkan kemalasan pada diri saya sendiri, itu menjadi pe-er terbesar saya saat ini. Setelah melalui berbagai tantangan, akhirnya saya merasa bahwa cara menghilangkan malas dan mengantuk adalah dengan tetap bergerak. Cara tersebut cukup manjur. Efek sampingnya, badan saya mudah lelah. Karena sebenarnya saya memang belum boleh melakukan aktifitas yang berlebihan. Namun sepertinya cara yang mampu membuat saya tetap terjaga untuk bisa merawat anak. Karena pada saatnya nanti, saya harus mampu melakukan semuanya sendiri. Mengurus rumah, bayi dan suami. Sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya untuk saya alami sekarang. Cukup shock jg, jet lag atau apapun namanya. Membawa banyak perubahan kejiwaan. Namun sepertinya, memang harus dijalani. Artinya segala sesuatu akan ada awalnya. Seperti waktu saya lulus kuliah dulu. Pertama membuat surat lamaran kerja, tes kerja dan seterusnya. Kerja tidak enak untuk pertama kali. Sungguh merasa bukan bidang saya. Akhirnya, melamar pekerjaan yang sebenarnya sampai sekarang masih saya sesali untuk tidak menindaklanjutinya. Padahal mungkin sesungguhnya, itulah passion saya yang sesungguhnya. Karena saya senang sekali dengan kesempurnaan. Tapi sudahlah. Untuk apa menyesali masa lalu, bukankah itu hanya sebagai acuan untuk masa depan. Yang jelas sekarang adalah bagaimana berkomitmen secara sungguh-sungguh pada kehidupan. Ketika orang bilang life begin at 30, atau 40, sepertinya yaa.. bagi saya, life begin at having responsibility. Apapun itu bentuknya. Entah itu pekerjaan kantor, pekerjaan rumah tangga ataupun seperti yang saya alami sekarang, mempunyai anak. Pokoknya memang hal-hal yang membutuhkan perhatian dan keseriusan tingkat tinggi. Saya mungkin memang berusaha untuk selalu serius terhadap apapun yang saya lakukan. Semoga ajah bisa yaa..

Sabtu, 19 Januari 2013

The Project

Saya sedang mengetes diri saya sendiri untuk mengerjakan suatu project. Tenggat waktu project tersebut sekitar Mei 2013. Dengan kesibukan saya mengurus bayi, sepertinya saya kudu ekstra kerja keras lagi. Karena memang tidak ada yang membantu untuk merawatnya. Ibu saya rencana akan kembali pulang ke Jogja, awal Februari ini. Sehingga otomatis, saya kudu bisa akrobat sendiri untuk menyelenggarakan kegiatan rumah tangga. Sebenarnya saya sedang membayangkan, bisa tidak ya, antara mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menyelesaikan project yang menjadi target saya tersebut. Karena awal pemberitahuan project tersebut memang awal tahun. Sedangkan saya tidak punya stok untuk melengkapi project tersebut, sehingga sekarang ini saya tengah mengerjakan hal tersebut. Kemudian penyakit kronis saya adalah paling malas menyelesaikan sesuatu yang sudah sudah saya mulai. Kadang ketika saya review, ya cuma terhenti sampai di tengah jalan saja. Tidak kemana-mana. Hal kedua yang menjadi masalah sekarang, hanyalah energi untuk mengerjakan itu semua. Artinya, darimana saya mendapatkan energi untuk menyelesaikan semuanya itu. Musuh saya, hanyalah rasa kantuk. Mungkin saya tidak lapar, masih bisa menahan untuk tidak makan, saya masih sanggup. Tapi bagaimana mensiasati rasa kantuk. Sampai sekarang ini, saya masih belum menemukan cara untuk mengatasi rasa kantuk tersebut. Tadi pagi, saya mencoba menyebarkan pertanyaan saya tersebut di sosial media. Dan mendapat jawaban, untuk mencuci muka dan memakan cabe. Hahaha.. saran yang cukup konyol sebenarnya, tapi mungkin efektif. Karena memang saya harus bisa melakukan semuanya sendiri. Kalau selama ini orang-orang menggembar-gemborkan slogan kesetaraan gender. Mungkin memang benar adanya kalau hal tersebut hanyalah omong kosong belaka. Para suami hanyalah orang yang sanggup memerintah dan komplain. Sehingga saya menyadari ketika para ibu menjadi orang yang paling senewen, ya wajar. Beban kegiatan yang demikian kompleks di rumah, dan tingkat stress tinggi yang menjadi pemicu awal mengapa ibu-ibu tersebut mempunyai sifat yang nyaris seragam. Bawel. Back to the project. Berharap saya bisa menyelesaikan sesuai dengan rencana saya. Apalagi kelak bila masa cuti melahirkan saya telah berakhir. Pastinya saya akan lebih repot lagi. Namun, itu belum dijalani. Saya sedang belajar untuk berdamai dengan pikiran saya sendiri. Alias tidak mau untuk mengandaikan semuanya. Banyak pasangan yang selama ini saya kenal, tidak menggunakan tenaga pembantu dalam menyelesaikan pekerjaan domestic. Nyatanya mampu kok. Ibu saya sendiri saja, selama puluhan tahun tidak menggunakan pembantu dalam mengasuh saya dan kakak saya. Berhasil juga. Tapi ibu saya tidak bekerja di luar rumah memang. Mungkin ibu dosen saya, yang bisa dijadikan role model. Namun, mengajar kan jam kerjanya fleksible. Tidak seperti perusahaan yang kudu 9 to 5. Baiklah, saya masih belum menjalaninya. Tidak usah memperkirakan kejadian yang belum pasti akan terjadi. Selalu ada jalan ketika kita mau berusaha dan berdoa. Tetap meneruskan project. Mumpung ibu masih ada disini, bisa dimaksimalkan kegiatan project tersebut. Atau browsing cara menghilangkan kantuk selain dengan tidur dan minum kopi. Mengalahkan rasa malas, adalah dengan terus bergerak. Tadi saya menemukan trik tersebut. Rasanya menyenangkan kok. Saya tidak ingin menjadi orang yang tidak konsisten. Ketika saya mencibir orang yang malas, artinya saya punya konsekuensi logis untuk tidak malas dunk. Karena saya benci dengan pakaian yang menumpuk, maka setiap pagi, saya usahakan pertama kali gerakan badan saya adalah mencuci pakaian bayi. Musim hujan tidak bisa ditebak. JIka menjelang siang, sepertinya saya kudu mampu untuk setrika. Kembali melawan rasa kantuk. Belum lagi jika bayi saya rewel. Please, semoga dirimu selalu baik-baik saja ya, Girl. Project ibu, masih belum kelar. Tolong dukungan dan pengertiannya.. hehehe..

Rabu, 16 Januari 2013

Material

Kebetulan saya di kelilingi oleh wanita-wanita hebat, ibu saya, ibu mertua dan teman-teman wanita yang memang ulet untuk mengisi hidup dengan kerja keras. Ibu saya, dengan usia lebih dari 65 tahun masih aktif di kegiatan kampung. Usia yang kadang membuat orang lain iri karena kegesitan ibu saya tersebut dalam berkegiatan. Masih bisa mengomel pada polisi yang akan memberikan sanksi tilang pada ibu saya karena ibu saya kena razia mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM. Alhasil, bapak saya yang mengantar ibu saya untuk mengikuti sidang diantara sekian banyak mahasiswa dan anak-anak muda lainnya yang juga terkena razia. Kelakuan aneh nenek-nenek gokil. Maka dari itu, ibu-ibu sekitar rumah masih menganggap ibu saya mampu menjadi pengurus RW yang bisa diandalkan. Padahal sesungguhnya, ibu saya itu sudah sangat malas untuk melakoni kegiatan kelurahan dan sebagainya tersebut. Tapi demi kepercayaan dan rasa tenggang rasa pada warga kampung, ibu saya masih mau sibuk dengan kegiatan kelurahannya tersebut. Ibu mertua saya juga termasuk wanita perkasa, dengan menggeluti usaha warung makan masakan Padang dimana yang masak bukan orang Padang, namun bisa menghasilkan masakan Padang yang selalu dinanti pelanggannya. Bangun pagi sekitar Shubuh, belanja ke pasar untuk mendapatkan sayur dan lauk segar, kemudian mengolahnya untuk target membuka warung sekitar jam 10an. Daily, mengawasi pekerjaan anak buah, melayani pembeli, memotong ikan dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan memasak masakan tersebut, dilakukan sendiri. Artinya dalam pengawasannya. Tutup warung mungkin sekitar pukul 7 malam, itu pun belum tentu bisa istirahat, karena memang harus menyiapkan bumbu untuk masakan esok hari, ataupun menghangatkan masakan. Tidak terbayangkan betapa lelahnya bekerja fisik seperti itu. Namun demi kelangsungan hidup banyak orang, dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, berbisnis pada sektor riil, memang lebih menghasilkan. Membiayai sekolah kerabat jauh, membayar tagihan, dan seabrek pengeluaran lainnya. Kemudian seorang teman wanita saya, yang sumpah.. sangat gigih untuk selalu ulet bekerja keras, siang malem.. kayak parkiran motor. Pagi, dia berkantor di sebuah perusahaan besar penyedia sparepart alat-alat berat. Segudang bisnis MLM yang dia geluti, belum lagi kalau ada teman yang berangkat keluar daerah, pasti minta titip barang-barang yang bisa dijual kembali disini. Malam harinya, dia masih mengawasi sebuah warung makan yang lumayan terkenal di sini. Bener-bener wanita yang perkasa. Cerdas dalam memanfaatkan waktu hidupnya untuk selalu menghasilkan sesuatu. Saya saja melihatnya sampai salut sekali. Karena saya pengen sebetulnya begitu. Cuma yang saya lakukan, adalah bekerja siang pada perusahaan, malemnya ngajar. Udah segitu ajah. Jualan baju, masih dibilang gagal. Karena uangnya pergi entah kemana digunakan untuk konsumsi lainnya. Haadeeww, pusing saya. Tahun ini, saya rencananya memang pengen belajar bisnis, jualan sesuatu, Cuma sampai sekarang, saya masih pusing, jualan apa yang cocok. Dulu jualan pulsa, yang ada tekor, karena kebanyakan yang utang.. hehehe.. padahal menurut saya, jualan model begitulah yang seharusnya saya geluti. Bukan barang yang kudu cepat habis dan semua orang membutuhkannya. Mengikuti kegiatan MLM juga terkendala dengan pemasaran. Pangsa pasar saya, hanya kantor, rumah dan tempat les. MLM yang saya ikuti, isinya berjualan produk wanita. Tas, aksesoris, baju dan sebangsanya. Di kantor pun, beberapa teman telah menjalani bisnis yang sama. Jadi kalaupun saya mengikutinya, ya sama juga boong, ntar dikira saling memangsa konsumen orang. Kebutuhan hidup memang akan selalu terus meningkat sesuai dengan pertambahan itu sendiri. Dulu, saya mampu menghidupi diri dengan sewa kamar empat ratus ribu rupiah. Kemudian saya menikah, kebetulan kami menemukan rumah sewa yang cukup murah, yaitu enam ratus ribu rupiah, termasuk listrik dan air. Cukup menyenangkan, hingga betah selama 2 tahun untuk tidak pindah lagi. Lingkungan yang kekeluargaan dan dekat dengan tempat belanja. Saat perlu rumah lagi karena butuh tempat yang lebih luas lagi, rasanya masih sayang untuk pergi dari rumah itu. Sungguh, ibu dan bapak kost, sudah kita anggap seperti keluarga sendiri. Oleh karena itu, begitu mendapatkan rumah baru, kami mencarinya betul-betul dengan seleksi yang baik. Memperhatikan kondisi lingkungan, listrik dan air. Semoga saja, ibu dan bapak kost yang baru, tidak menaikkan sewa rumah ini. Kehadiran anak juga turut mempengaruhi orientasi keuangan. Kini tak lagi, gaji saya mungkin memang harus dibagi lagi untuk mencukupi kebutuhan saya dan anak. Sedangkan gaji suami, khusus untuk ditabung. Mengingat kebutuhan kadang terjadi secara mendadak. Jadi saya masih berpikir, akan menjalani bisnis yang bagaimana lagi? Kudu berkonsultasi dengan siapa ya? Sedangkan kemampuan saya hanya bisa menulis saja. Bisnis apa yang bisa dilakoni dengan menulis? Hehehe.. masa hanya menjadi blogger, cuap-cuap curhat tidak jelas begini. Mana bisa menghasilkan uang kalau caranya begitu. Atau memang kudu membaca ide kreatif dengan internet. Mau jualan barang di group BB, udah banyak juga yang broadcast hal yang sama. Hadeewww.. semoga segera datang ide tersebut. Bisnis.. bisnis.. bisnis.. ayo semua orang bisa menghasilkan uangnya sendiri. Tetap semangat yaa…

Senin, 14 Januari 2013

Embrio part 1

Perhaps this is the first journal about my pregnancy experiences. Mungkin karena saya bukan orang yang percaya dengan hal-hal yang berbau tahayul, akhirnya saya mulai menggabungkan pengalaman orang-orang disekitar saya untuk masukkan dalam akal saya sehingga tetap bisa saya maklumi. Walaupun kadang agak sedikit memaksa, jadi saya lakukan hanya dengan sebuah tindakan saja tanpa bermaksut apa-apa. Kebetulan saya seorang muslim, sehingga sedikit banyak saya juga belajar untuk bisa memahami bahwa musyrik merupakan hal yang dilarang agama saya. Sedangkan kasusnya, saya tinggal bersama dengan keluarga besar suami saya yang masih memegang teguh adat dan budaya yang kadang menurut saya tidak masuk akal. Namun menghormati orang tua merupakan hal yang diwajibkan, terpaksalah saya menuruti anjuran tersebut, tapi dengan tidak mengimaninya. Just bring a scissors when I’m going out. It doesn’t make a sense what I’ve done. But I really did it. Just because my respect to my husband mom. Sometimes I think that it could be possible to prevent a danger. But in this save neighborhoods, either I never walk alone, why suppose I bring that things? Kultur Jawa yang mengalir kental in my hole bloods, tidak membuat saya dengan serta merta dianjurkan untuk melakukan ritual aneh seperti yang dulu ibu saya lakukan. Mungkin karena ibu saya lebih memahami bahwa anaknya tidak lagi hidup dalam jaman yang penuh dengan hal-hal yang bisa dianggap tabu, sehingga ibu saya hanya menekankan pada asupan gizi dan perilaku yang menunjang saja. Seperti tidak menggunakan highheels, membuat makanan yang sekiranya memang diperlukan untuk pertumbuhan janin. That’s all. Sesuatu yang bisa saya terima dengan baik, karena jika ibu saya menyarankan hal-hal yang tidak masuk akal, yang ada hanya akan saya bantah. Sedangkan ibu saya sudah hapal dengan sikap tidak percayaan saya tersebut. Akhirnya cukup hal-hal normatif yang ibu saya sarankan. Begitulah enaknya ketika mempunyai ibu yang bisa mengerti tentang perkembangan permikiran anaknya yang semakin skeptis memandang tradisi dan segala sesuatu yang berkaitan dengan superstitious. Jadi hasilnya ya begini, gado-gado dengan segala hal yang masuk akal dan kadang lebih sering saya simpan. It’s about the weird things. But it’s okay. Lha habis mau gimana lagi, karena memang semuanya punya pemikiran masing-masing untuk tetap menjalankan tradisi. Istilah waktu saya kuliah dulu, penjaga tradisi. Biasanya memang orang-orang yang menjadi penjaga tradisi merupakan orang yang kental sekali pemahamannya dengan segala rupa adat. Seniman, orang-orang tua dan segelintir orang yang dengan sadar, memahami estetika tersebut tetap kudu dilestarikan. Begitu pula ketika, bayi belum genap 35 hari, belum boleh ditaruh di lantai. Waduh, dengan kondisi rumah kontrakan saya yang minimalis, semuanya melantai. Gimana dunk? Hihihi.. Kebetulan saya bukan tipikal orang yang menggilai furniture rumah. Perabotan yang saya punyai, memang menyesuaikan dengan fungsinya. Saya cuma punya lemari buku, meja belajar kecil untuk mengetik, kursi plastic, lemari makan, lemari pakaian, dan meja makan hasil kreatif suami. Ketika hamil pun, saya dilarang untuk potong rambut oleh ibu mertua saya. Saya tanggapi bahwa saya memang dituntut untuk selalu belajar sabar. Gile ajah, dengan kondisi cuaca ekstrem luar biasa panas, saya sibuk mengurus rambut saya yg cukup tebal dan panjang. Merepotkan memang, tapi ya sudahlah. Begitu pula dengan larangan mandi malam. Saya menanggapinya bahwa agar kesehatan ibu hamil tetap terjaga alias tidak masuk angin. Saya kebetulan memang alergi dengan panas. Saya lebih suka kedinginan ketimbang kepanasan. Ketika saya hamil kemarin, cuaca panas luar biasa memaksa saya untuk selalu berkeringat, lengket, panas dan banyak ketidaknyamanan yang menyertainya. Saya memutuskan untuk memperbanyak frekuensi mandi saya. Siang tengah hari, saya usahakan untuk mandi. Segarnya nyata kok, lumayan bisa menghilangkan kantuk akut. Kinerja di kantor, lebih semangat lagi, karena badan memang segar setelah istirahat. Kemudian, sekitar jam 8 malam, saya kembali mandi, nah kali ini dengan sembunyi-sembunyi tentunya. Karena bila ketauan, akan kena marah. Dalam anggapan, bila mandi malam, ketika lahiran nanti, akan keluar air terus menerus dan tidak baik bagi bayi karena dapat mengakibatkan kekurangan cairan. Ya sudahlah.. saya berusaha menuruti semua nasehat orang-orang yang sayang pada saya. Walaupun pada pelaksanaannya, tidak sempurna sama sekali.

Emotional Connection

Menjalani kehidupan dengan pasangan, kadang sering mengalami pasang surut. Begitu pula yang sedang dialami oleh saudara ipar saya. Suaminya yang terliat selama ini, pendiam, penurut dan kalem, ternyata atas pengakuannya sendiri melakukan affair dengan teman sekantornya yang dilakukan sejak lama. Cukup menghebohkan keluarga besar suami saya, mungkin sampai sekarang ini. Karena saya tidak lagi tinggal dalam keluarga extend family, makanya saya tak lagi mengikuti perkembangan peristiwa tersebut secara langsung. Pada dasarnya saya lebih suka mengamati dan menganalisa motif dari affair tersebut. Biasanya saya hanya berperan sebagai pendengar yang baik. Kalau pas dicurhatin yaa.. saya dengarkan.. kalau pun tidak, saya tidak terus berusaha mencari info tambahan. Hidup saya sudah cukup rumit, masih saja ditambahin dengan mendengar urusan orang laen. Waduh.. bukan gaya saya sepertinya.. Kalau menurut saya, kondisi si suami melakukan affair, terlepas dari mungkin rasa suka pada pasangan affair-nya, saya merasa si suami merasa tertekan secara psikis dan material. Gaji yang terima sepertinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang semakin hari semakin meningkat. Belum lagi tekanan yang diterima ketika tinggal pada keluarga extended family. Saya sendiri yang merasakan hanya tinggal selama 3 bulan, mengalami tekanan yang sama, secara psikis memang tidak sehat untuk tinggal dalam suatu extended family. Tapi masalahnya, ketika sekarang ini keluarga dituntut untuk mencari nafkah keduanya, maka terpaksalah, tinggal dalam suatu keluarga besar menjadi alternatif selain menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu. Berdasar studi M. Gary Neuman dalam buku The Truth About Cheating: Why Men Stray and What You Can Do To Prevent It, bahwa pria tidak akan berselingkuh hanya karena pasangannya tidak memberi kepuasan bercinta. Mereka berpaling karena semakin kurangnya aksi cinta seperti afeksi, telepon mesra, ciuman dan minimnya kualitas waktu berdua. Tanpa bermaksud membela kaum pria, wanita pun melakukan hal yang sama. Lack of emotional connection. Relationship itu butuh kerja keras. Satu-satunya cara yang akan menyelamatkan jalinan cinta yaitu dengan membangun penghalang untuk menyingkirkan ancaman “ketidaksetiaan”. Biasanya dapat ditempuh dengan penempatan persepsi, yaitu : 1. Tempatkan pasangan sebagai prioritas. Melihat kasus saudara ipar saya tersebut, memang tampak sekali ketika peran ekonomi istri lebih dominan, selain tingkat pendapatan yang memang lebih besar daripada pendapatan suami. Namun tidak seharusnya membuat suami mengesampingkan kebutuhan istri, dan malah mencurahkan cerita-ceritanya pada orang lain. Mungkin memang pada dasarnya cinta, namun cinta itu harus dijalankan dengan logika, bahwa sekarang ini sudah bukan saatnya lagi untuk membagi cerita pada orang lain. Urusan keluarga menjadi hal yang utama. Apa gunanya menikah jika tidak bisa menempatkan pasangan sebagai sahabat? Karena menurut saya, selain peran suami atau istri, cinta semakin lama akan berganti peran menjadi sayang, dan itu didapatkan dari rasa persahabatan dengan suami. 2. Pastikan bisa bicara saat apapun Saya berpikir, bila pasangan memang sejak awal haruslah nyambung. Gile ajah, ketika memutuskan untuk hidup bersamanya, terus ternyata pasangan kita bukanlah orang yang nyambung untuk diajak gaul, cerita, bercanda atau hal menyenangkan lainnya. Haduh, saya tak sanggup membayangkan. Hidup berkeluarga merupakan komitmen yang tidak bisa diajak kompromi untuk melaksanakan hal yang menyenangkan. Setiap keluarga selalu punya moment dimana kegembiraan merupakan hal yang wajib ada. 3. Pasangan perlu tahu sesuatu… yang selama ini kita tutup rapat-rapat. Kadang saya berpikir bahwa ada kalanya bahwa masa lalu merupakan hal yang perlu kita buang jauh dan kalau perlu, dilupakan. Misalnya kenangan pacaran bersama mantan pacar. Bagi saya, kalau memang saya ingin serius menjalani hidup dengan pasangan saya sekarang, lebih baik, lupakan kenangan dengan mantan pacar tersebut. Karena bila terus mengingatnya, yang ada justru saya akan membandingkan kondisi saat itu dengan saat sekarang ini. Tidak adil bagi pasangan sekarang ini, ketika sudah serius membangun komitmen bersamanya, namun masih saja membawa ingatan pada masa lalu. Bayangkan saja bila hal tersebut terjadi pada diri kita, ketika pasangan membayangkan kenangan masa lalu dengan mantan pacarnya. Sungguh menyakitkan. Jadi yang saya lakukan sekarang adalah membuang jauh, nomor telephon, akun FB dan twitter, alamat email, dan semua hal apapun yang berkaitan dengan mantan pacar. Karena pada dasarnya, saya bukan orang yang sanggup berdamai dengan masa lalu. Tipikal pendendam seperti saya ini, kadang memang butuh pemaksaan tersendiri agar saya bisa melupakan masa lalu. Memang butuh waktu untuk melakukan hal tersebut, namun demi kesehatan hubungan saya dengan pasangan dan mampu fokus pada masa depan anak-anak saya kelak, sepertinya langkah tersebut yang pas untuk saya lakukan. 4. Strategi saling mengisi Seperti layaknya sebuah team work, perasaan terhadap pasangan merupakan rasa afeksi yang menempatkan kekurangan sebagai ladang amal untuk menutupinya dengan kelebihan yang kita miliki. Makanya ketika awal sebelum menikah, bisa seharusnya diukur, dengan segala kekurangannya, apakah kita mampu memaklumi dan memberikan hal yang terbaik dari diri kita agar mampu mengisi kekurangannya. Memaklumi segala hal yang kadang mengesalkan, memang butuh kesabaran extra. Apalagi ketika mungkin saat pacaran, sudah terlihat tanda-tanda kita tidak mampu mengisi kekurangannya, alangkah lebih baiknya, bila dikaji lebih lanjut bila berniat berkomitmen lebih serius lagi. Alangkah menyeramkannya ketika kelak, saat telah menikah, ternyata kita tidak sanggup saling mengisi. Dampaknya akan berbeda ketika berpisah ketika pacaran dan atau ketika menikah. Karena menikah, komitemen itu tidak hanya datang dari kedua belah pihak yang menikah, melainkan melibatkan extended family. Ketika saya pindah dari extended family suami, rasanya memang lega dan menyenangkan. Bukan berarti saya merasakan kebebasan, namun lebih pada, saya tidak perlu lagi berakting dalam mengekspresikan gaya saya. Mau tiduran seharian, terserah saya. Mau tidak mandi, itu urusan saya dan bau badan saya, hehehe.. mau masak apa ajah, tidak ada yang komentar aneh. Mau berantem dengan suami, tidak perlu seluruh dunia tau.. Mau rumah berantakan, itu hak saya… hehehe..

New Things, New Hope

Move out to the other new place, episode pindah kontrakan gitu, membawa suasana jadi males ngantor lho. Entahlah, yang ada bawaannya pengen di rumah ajah. Mungkin karena masih terkena sindrom rumah baru, jadinya ketika di kantor, pengennya pulang terus. Di samping jarak antara rumah dengan kantor menjadi dekat, maka setiap istirahat dan setiap pulang kantor, disempatkan untuk singgah. Rasanya memang menyenangkan bisa lepas dari rutinitas kantor sejenak. Walaupun cuma 30 menit, kadang realisasinya bisa 2 jam sendiri..he..he..he.. maaf yaa HRD. Tapi ada bedanya ketika masuk ruangan kantor setelah selesai tidur siang. Kondisi badan saya yang memang semakin hari semakin lemah saja, kadang memang membuat saya jadi semakin malas bekerja di kantor. Rasanya memang ingin sekali sejenak berdiam diri di rumah. Entahlah, sindrom apa yang sedang merasuki saya sekarang ini, sehingga ketika sekarang ini mengerjakan pekerjaan kantor pun, rasanya tidak ada motivasi lagi. Mungkin fokus kehidupan yang berbeda, membuat saya semakin kehilangan motivasi untuk meniti karir di kantor. Dulu ketika masih semangat bekerja di kantor, rasanya pulang kantor terasa cepat sekali. Begitu sekarang ini saya rasakan, menunggu jam istirahat saja, sungguh lama sekali. Seiring dengan berjalannya waktu, saya baru menyadari bahwa konsekuensi ibu bekerja memang sangat kompleks sekali. Ketika di rumah dituntut untuk selalu memberikan pelayanan pada keluarga, di kantor pun masih dituntut untuk bekerja secara maksimal. Dulu saya tidak pernah membayangkan akan mempunyai perasaan seperti ini, mengingat kisah cinta yang tidak berujung dengan indah. Namun ketika sekarang saya menjalani kehidupan indah, maka betapa rasa syukur itu membuat segalanya menjadi ringan. Tuhan sedang mencoba saya dengan memberikan banyak kenikmatan, dari suami yang kocak, namun dengan kedewasaan yang kadang hanya orang-orang tertentu yang bisa memahaminya, tapi hanya dengan dirinya, saya mampu berekspresi tanpa takut untuk menyinggungnya. Memang berbeda dengan mantan-mantan pacar saya terdahulu. Inilah yang sekarang ini saya percayai, bahwa yang dinamakan jodoh berserah pada Tuhan, akan mendapatkan hal yang terbaik. Dengan segala keterbatasannya, suami memang berusaha mengimbangi jalan pikiran saya yang bisa dibilang gila ini. Perpindahan ke rumah baru, walaupun masih tetap dengan label rumah kontrakan, namun sanggup membawa hal baru bagi perkembangan kejiwaan saya, lebih jadi terasa menjadi ibu yang sesungguhnya. Kelak akan menjadi lompatan sejarah yang bagi saya, merupakan pengalaman hidup baru. Mungkin akan terasa seperti saat bekerja pertama dahulu. Feeling so good, begitulah. Untuk dilukiskan dengan kata-kata, rasanya begitu rumit. Begitulah berkah, menyemangati dengan baik untuk hal yang indah. Terimakasih suami, tetap berjuang bersama-sama.

Rabu, 09 Januari 2013

The Clown

Tidak ada salahnya memahami bahwa ketika hidup bersama-sama dalam suatu extend family seperti yang sedang saya alami sekarang ini, saya lebih banyak memahami wacana tentang pola pengasuhan anak saya kelak. Dulu saya menganggap bahwa adalah bodoh untuk membuat anak-anak itu tertawa, bertingkah hal-hal konyol untuk membuatnya terkekeh geli, sehingga saya selalu menganggap anak-anak bukan hal yang menarik untuk mengeksplore lagi. Cenderung melihat anak-anak adalah suatu hama, dimana saya lebih baik menyingkir untuk tidak terlibat lebih jauh, daripada saya pusing menyiapkan kekonyolan yang justru membuatnya nyaman. Namun melihat kenyataannya sekarang, saya tidak dapat lagi berpikir seperti itu lagi. Kehamilan memang membuat saya semakin tidak bisa berpikir dengan kapasitas independent dan keangkuhan pada ego yang selama ini membuat saya tampak tidak bisa menjadi dewasa. Layaknya Peterpan yang senang sekali untuk terjebak pada diri anak-anak. Begitulah jiwa saya, yang selama ini tidak bisa melepaskan ego menjadi dewasa secara kejiwaan. Mendadak dipaksa untuk melihat dunia tidak hanya berpusat pada diri sendiri, melainkan pada hal-hal kebersamaan yang begitu luas pengertiannya. Memahami kondisi bayi, psikologis suami, mertua dan saudara yang sebelumnya saya hanya punya seorang kakak yang sangat mengerti tentang keegoisan saya. Sedangkan sekarang saya dihadapkan pada suatu kondisi yang kadang diluar pikiran saya untuk melihatnya sebagai pengalaman hidup yang sebelumnya tidak saya alami. Untung suami bukan tipikal orang mengharuskan saya berlaku sebagai istri yang selayaknya normal istri pada umumnya. Saya masih diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sebagaimana yang saya mau. Kemungkinan lain adalah bahwa saya memang mempunyai mekanisme pertahanan kewarasan yang luar biasa. Dalam hal ini adalah saya membuat kenyamanan sendiri dalam dunia saya sendiri. Dalam pemikiran yang hanya saya sendiri yang menempati ruang dan waktu yang saya ciptakan sendiri. Menggelikan memang. Namun cara penghiburan saya memang begitu itu. Tinggal di kota yang tertinggal sarana pengetahuannya, harus membuat saya lebih kreatif lagi untuk menghibur diri dan mensiasati kondisi. Betapa saya iri jika kota-kota di Jawa menyelenggarakan books fair, job hunting dan hal menarik bagi saya lainnya. Entahlah, untuk bisa meninggalkan hal-hal menyenangkan di masa lalu, saya masih belum sanggup. Ada pepatah yang menyatakan bahwa jangan memikirkan hari esok, jalani saja. Namun kadang sering dengan bodohnya saya membayangkan tentang betapa ribetnya bila kelak saya telah melahirkan dan merawat anak. Bersikap intergral untuk dengan segera mempersiapkan keperluan anak dan suami. Gile bener, sepertinya kecerdasan saya harus lebih mampu berakrobat pada kondisi tersebut. Kedisiplinan, ketekunan, kerja keras dan ketrampilan lainnya, sebaiknya dipelajari secara singkat dan cepat. Being a good learner ajah deh..

HERE I AM

Ini tulisan lama sih. Tapi kayaknya sayang untuk tidak ditampilkan. Jadinya yaa.. begini ini. Sometimes a bad things can happens to us without we could deny it. Acctually, I believe many things happened to me because a reason. I believe there is no coinsidens. Perhaps it could be make me strong, more confidens if any other bad things could be happen next. Maybe worst. But I wish there is nothing something worst happend to me. Begitu juga dengan kejadian beberapa bulan belakangan ini, pregnancy. Something that I could not imagine about the feeling. Maybe the hiperemesis it come from my dirty mine. Not about imagine the good future, kadang mungkin saya terlalu jauh untuk membayangkan tentang masa depan si bocah yang sedang saya kandung. Kocak sih, lahir ajah belum tapi saya sudah pusing memikirkan dimana nanti dirinya akan sekolah. TK mungkin akan saya masukkan ke TK agama. SD kalo ada yang bagus, mungkin saya masukan ke SD yang sekiranya bisa diandalkan untuk membentuk karakter si bocah. Mungkin tidak disini. Kota terpencil dimana sarana pendidikan masih minim sekali. Bahkan kemarin, bercakap-cakap dengan anak kelas 3 SMA, kasta ajah tidak tahu. Please, pendidikan macam apa ini. Ketika mungkin dalam kandungan sudah saya selalu dengarkan hal-hal yang berbau bahasa inggris. Setidaknya kelak ketika dirinya lahir, sudah tidak asing lagi dengan bahasa asing. Pusing kalau tidak bisa menguasai hal-hal dimana think globally, act locally sudah menjadi hal yang digembar-gemborkan sejak lama. Betapa sayangnya ketika seorang anak hanya terkungkung pada suatu hal yang monoton, hanya karena ayah dan ibu nya tidak mampu memberikan pendidikan dasar yang bisa membekali dirinya kelak untuk mandiri. Saya saja sekarang masih pusing untuk bagaimana caranya meningkatkan kemampuan saya agar tetap bisa belajar pada hal-hal baru. Yang saya lakukan baru sebatas mengajar saja, itupun sudah cukup mampu membuat saya tergerak kembali membuka buku pelajaran dan memaksa memori saya membuka catatan lama pada pelajaran yang saya ajar tersebut. Menyenangkan sih. Saya bahkan lebih bergairah untuk mengajar daripada untuk berkantor kembali. Damn, bukan hal yang sehat sih sebenarnya, ketika orang-orang kantor sibuk dan menjadi gila dengan tuntutan pekerjaan. Passion mengajar memang lebih menarik saya. Namun secara financial, saya tetap belum sanggup berpisah dengan gaji dari kegiatan kantoran. Sungguh ironi sekali. Ketika pendidikan merupakan hal kebutuhan dasar yang membuat orang dapat membentuk pola pikir yang lebih baik. Saya masih berputar pada zona nyaman saya. Parah sih. Tidak bisa konsisten dalam menjalankan hasrat untuk berguna menjadi lebih baik. Sometimes, it’s make me bore. Pertarungan untuk menjadi berguna bagi banyak orang, bercampur dengan kebutuhan diri akan prestise, diginity and self esteem. Konyol sekali, ketika saya masih saja iri dengan teman-teman di Jakarta yang masih bisa mengejar karir dengan meninggalkan anak pada pembantu atau orang tua. Padahal saya percaya pada pengalaman saya bahwa segalanya akan menjadi terarah bila diurus diri sendiri. Like my mom could handled everything with her own. The only I proud with her. Mungkin itulah yang mendasari pemikiran saya sekarang untuk tetap berada di rumah. Namun tetap memikirkan kira-kira usaha apa ya, yang mampu dilakukan di rumah. Membuat sesuatu ajah saya tidak bisa. Memasak bukan keahlian saya. Bisanya cuma masak mie instan dan air. Menyedihkan sekali bukan. Bukan menjadi hal bisa dibanggakan. Kadang saya sempat mikir, pola pikir yang bagaimana lagi yang bisa saya lakukan untuk mengubah rasa malas saya belajar memasak, padahal kedua ibu saya, baik ibu kandung dan ibu mertua merupakan jago masak semua. Sungguh memalukan bagi saya yang hanya bisa mengandalkan kepintaran untuk bekerja di kantor. Sedangkan kelak, waktu saya rencananya akan habiskan di rumah. Sungguh merupakan hal yang kadang membuat saya stress juga. Mungkin benar kata suami saya, bahwa saya mungkin terlalu banyak berpikir. Ini saja saya udah mikir lagi loh. Ampun deh. Kenapa saya memutuskan untuk melahirkan di Jogja, karena kondisinya tidak memungkinkan kalau saya sendirian di Merauke. Karena berdasarkan pengalaman saya opname kemarin, saya hanya ditemani suami untuk menyelesaikan semuanya. Peran keluarga suami tidak banyak, bahkan cenderung tidak peduli. Bahkan ketika saya diungsikan untuk tinggal sementara di rumah mertua, ya sehari-hari saya menjalaninya sendirian. Saya menyadari kok bila mereka semua sibuk, dengan kegiatan warung. Ya sudahlah, semakin memantapkan diri untuk mudik semakin kuat. Ibu saya masih bisa diandalkan untuk menemani saya walaupun segudang aktifitasnya di kelurahan. Sedangkan fase melahirkan merupakan hal yang paling krusial untuk didampingi. Mengandalkan suami, seperti juga tidak mampu karena kesibukannya di kantor. Jadi ya, lebih baik saya mengandalkan diri saya sendiri untuk bisa menyelesaikannya sendiri. Salah satunya, mengandalkan ibu kandung saya sendiri. It’s much better. Kadang sempat mikir bahwa keluarga disini walaupun tampak perhatian, namun sesungguhnya memang hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk bisa menghadapi semuanya. Semuanya sibuk untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Ya wajar sih, mau gimana lagi, kembali pada konsep taken granted. Menerima apa adanya menjadi bagian yang paling masuk akal menurut saya disaat sekarang ini. Begitulah kondisinya bila memikirkan hal-hal ke depan. Tuh kan, kembali saya berpikir lagi. Padahal suami bilang, saya dilarang kebanyakan mikir lagi. Tapi gimana ya, susah untuk tidak mikir sih. Kalau hanya mengandalkan hanya menjalani tindakan saja, rasanya kok saya menjadi bodoh. Padahal saya sangat suka mengandalkan pikiran saya dalam menghadapi apapun. Seperti rencana saya untuk memutuskan menjadi dosen. Cuma kapan ada lowongan ya? Masih menunggu juga sih, salah satu batu loncatan saya untuk mencapai S2. Lumayan sih, siapa tahu bisa dapat beasiswa untuk kesitu. UGM, IKIP atau apa gitu. Apa saja, yang penting sekolah lagi, karena saya suka sekali belajar. Yaa, pokok nya tetep selalu semangat berdoa, pasti akan ada kejadian-kejadian tidak terduga yang bisa mendukung niat baik. semangaattt yuk..

Selasa, 08 Januari 2013

Brand New Day

Yup, begitulah, ketika sekarang ini emang muncul anggota baru dalam keluarga kami. New baby born, muncul di awal tahun, sete lah di tahun 2012, membuat saya kudu tyepar dengan sukses di RS. but, finally, coming to world. Yang penting sehat dan selamat..hehehe..