Rabu, 09 Januari 2013

HERE I AM

Ini tulisan lama sih. Tapi kayaknya sayang untuk tidak ditampilkan. Jadinya yaa.. begini ini. Sometimes a bad things can happens to us without we could deny it. Acctually, I believe many things happened to me because a reason. I believe there is no coinsidens. Perhaps it could be make me strong, more confidens if any other bad things could be happen next. Maybe worst. But I wish there is nothing something worst happend to me. Begitu juga dengan kejadian beberapa bulan belakangan ini, pregnancy. Something that I could not imagine about the feeling. Maybe the hiperemesis it come from my dirty mine. Not about imagine the good future, kadang mungkin saya terlalu jauh untuk membayangkan tentang masa depan si bocah yang sedang saya kandung. Kocak sih, lahir ajah belum tapi saya sudah pusing memikirkan dimana nanti dirinya akan sekolah. TK mungkin akan saya masukkan ke TK agama. SD kalo ada yang bagus, mungkin saya masukan ke SD yang sekiranya bisa diandalkan untuk membentuk karakter si bocah. Mungkin tidak disini. Kota terpencil dimana sarana pendidikan masih minim sekali. Bahkan kemarin, bercakap-cakap dengan anak kelas 3 SMA, kasta ajah tidak tahu. Please, pendidikan macam apa ini. Ketika mungkin dalam kandungan sudah saya selalu dengarkan hal-hal yang berbau bahasa inggris. Setidaknya kelak ketika dirinya lahir, sudah tidak asing lagi dengan bahasa asing. Pusing kalau tidak bisa menguasai hal-hal dimana think globally, act locally sudah menjadi hal yang digembar-gemborkan sejak lama. Betapa sayangnya ketika seorang anak hanya terkungkung pada suatu hal yang monoton, hanya karena ayah dan ibu nya tidak mampu memberikan pendidikan dasar yang bisa membekali dirinya kelak untuk mandiri. Saya saja sekarang masih pusing untuk bagaimana caranya meningkatkan kemampuan saya agar tetap bisa belajar pada hal-hal baru. Yang saya lakukan baru sebatas mengajar saja, itupun sudah cukup mampu membuat saya tergerak kembali membuka buku pelajaran dan memaksa memori saya membuka catatan lama pada pelajaran yang saya ajar tersebut. Menyenangkan sih. Saya bahkan lebih bergairah untuk mengajar daripada untuk berkantor kembali. Damn, bukan hal yang sehat sih sebenarnya, ketika orang-orang kantor sibuk dan menjadi gila dengan tuntutan pekerjaan. Passion mengajar memang lebih menarik saya. Namun secara financial, saya tetap belum sanggup berpisah dengan gaji dari kegiatan kantoran. Sungguh ironi sekali. Ketika pendidikan merupakan hal kebutuhan dasar yang membuat orang dapat membentuk pola pikir yang lebih baik. Saya masih berputar pada zona nyaman saya. Parah sih. Tidak bisa konsisten dalam menjalankan hasrat untuk berguna menjadi lebih baik. Sometimes, it’s make me bore. Pertarungan untuk menjadi berguna bagi banyak orang, bercampur dengan kebutuhan diri akan prestise, diginity and self esteem. Konyol sekali, ketika saya masih saja iri dengan teman-teman di Jakarta yang masih bisa mengejar karir dengan meninggalkan anak pada pembantu atau orang tua. Padahal saya percaya pada pengalaman saya bahwa segalanya akan menjadi terarah bila diurus diri sendiri. Like my mom could handled everything with her own. The only I proud with her. Mungkin itulah yang mendasari pemikiran saya sekarang untuk tetap berada di rumah. Namun tetap memikirkan kira-kira usaha apa ya, yang mampu dilakukan di rumah. Membuat sesuatu ajah saya tidak bisa. Memasak bukan keahlian saya. Bisanya cuma masak mie instan dan air. Menyedihkan sekali bukan. Bukan menjadi hal bisa dibanggakan. Kadang saya sempat mikir, pola pikir yang bagaimana lagi yang bisa saya lakukan untuk mengubah rasa malas saya belajar memasak, padahal kedua ibu saya, baik ibu kandung dan ibu mertua merupakan jago masak semua. Sungguh memalukan bagi saya yang hanya bisa mengandalkan kepintaran untuk bekerja di kantor. Sedangkan kelak, waktu saya rencananya akan habiskan di rumah. Sungguh merupakan hal yang kadang membuat saya stress juga. Mungkin benar kata suami saya, bahwa saya mungkin terlalu banyak berpikir. Ini saja saya udah mikir lagi loh. Ampun deh. Kenapa saya memutuskan untuk melahirkan di Jogja, karena kondisinya tidak memungkinkan kalau saya sendirian di Merauke. Karena berdasarkan pengalaman saya opname kemarin, saya hanya ditemani suami untuk menyelesaikan semuanya. Peran keluarga suami tidak banyak, bahkan cenderung tidak peduli. Bahkan ketika saya diungsikan untuk tinggal sementara di rumah mertua, ya sehari-hari saya menjalaninya sendirian. Saya menyadari kok bila mereka semua sibuk, dengan kegiatan warung. Ya sudahlah, semakin memantapkan diri untuk mudik semakin kuat. Ibu saya masih bisa diandalkan untuk menemani saya walaupun segudang aktifitasnya di kelurahan. Sedangkan fase melahirkan merupakan hal yang paling krusial untuk didampingi. Mengandalkan suami, seperti juga tidak mampu karena kesibukannya di kantor. Jadi ya, lebih baik saya mengandalkan diri saya sendiri untuk bisa menyelesaikannya sendiri. Salah satunya, mengandalkan ibu kandung saya sendiri. It’s much better. Kadang sempat mikir bahwa keluarga disini walaupun tampak perhatian, namun sesungguhnya memang hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk bisa menghadapi semuanya. Semuanya sibuk untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Ya wajar sih, mau gimana lagi, kembali pada konsep taken granted. Menerima apa adanya menjadi bagian yang paling masuk akal menurut saya disaat sekarang ini. Begitulah kondisinya bila memikirkan hal-hal ke depan. Tuh kan, kembali saya berpikir lagi. Padahal suami bilang, saya dilarang kebanyakan mikir lagi. Tapi gimana ya, susah untuk tidak mikir sih. Kalau hanya mengandalkan hanya menjalani tindakan saja, rasanya kok saya menjadi bodoh. Padahal saya sangat suka mengandalkan pikiran saya dalam menghadapi apapun. Seperti rencana saya untuk memutuskan menjadi dosen. Cuma kapan ada lowongan ya? Masih menunggu juga sih, salah satu batu loncatan saya untuk mencapai S2. Lumayan sih, siapa tahu bisa dapat beasiswa untuk kesitu. UGM, IKIP atau apa gitu. Apa saja, yang penting sekolah lagi, karena saya suka sekali belajar. Yaa, pokok nya tetep selalu semangat berdoa, pasti akan ada kejadian-kejadian tidak terduga yang bisa mendukung niat baik. semangaattt yuk..

Tidak ada komentar: