Sabtu, 15 Juni 2013

Trying Something

Kali ini saya mencoba untuk lebih serius. Dalam artian, saya mulai dengan membuat catatan barang masuk dan keluar. Setidaknya saya masih bisa mengontrol terhadap pengeluaran dana yang seharusnya menjadi modal dan keuntungan bisnis yang sedang saya rintis ini. Berawal dari melihat status teman SMP saya di wall FB nya. Tentang sebuah bisnis MLM yang memang selama ini saya juga membeli dari teman saya di kantor. Beberapa product memang cocok dengan saya. Namun yang saya tertarik, karena saya sedang mencoba menantang diri saya sendiri untuk lebih konsisten terhadap bisnis saya ini. Dulu ketika saya jual pulsa, mungkin tidak terasa keuntungannya karena barang yang saya jual merupakan barang yang cepat sekali habisnya, dan keuntungannya yang diterima sedikit sekali. Walaupun jika ditekuni secara mendalam, pasti akan menguntungkan. Namun, bagi saya yang senang sekali menggunakan uang dagang untuk kegiatan yang lain, maka bisnis pulsa bukan hal yang cocok bagi saya. Melihat dari feng shui, memang saya tidak cocok dengan usaha makanan. Bukan percaya pada hal tersebut, melainkan setelah saya pikir, saya memang tidak berbakat jika menggeluti dunia kuliner tersebut. Selain tipikal saya yang moody, kadang saya terbentur dengan kesempurnaan saya untuk menjual semua product. Padahal tentunya, dalam ilmu dagang, bukankah kadang ada barang yang dapat dijual dan kadang terdapat barang yang tidak laku. Lha kalau saya jualan makanan, yang ada kalau ada makanan sisa dan basi, pasti saya akan merasa sangat bersalah sekali. Dan seperti kondisi tersebut akan tidak bagus bagi perkembangan jiwa saya, mudah sekali stress dengan keadaan yang menurut saya tidak seperti yang saya bayangkan. Dengan berbekal rasa semangat dari FB teman SMP saya tersebut, saya memberanikan diri untuk mendaftar menjadi member pada MLM tersebut. Mungkin karena memang kesempatan datang, berdasarkan kebutuhan saya sendiri terhadap product tersebut, maka akhirnya saya bertekad untuk serius mendalami penjualan tersebut. Belum lagi ketika mendengar kabar, bahwa ibu mertua saya berhasil mendapatkan kios baru. Saya sedang menjajagi kemungkinan bisa menitipkan sedikit product saya untuk dijual disitu… hehehe.. Selain ketika teman kantor yang mengundurkan diri dari bisnis MLM, sehingga pelanggannya dapat dialihkan kepada saya. Belum lagi, dari upline saya, saya masih dianggap meneruskan orang lamanya yang tidak meneruskan bisnis ini juga. Begitu banyak kemudahan yang saya anggap mungkin ini merupakan mukzijat Tuhan, agar saya bisa dengan semangat memulai bisnis MLM ini. Karena ini merupakan kali pertama saya menekuni secara serius, jadinya saya lebih berhati-hati lagi untuk membelanjakan uang dari hasil penjualan barang tersebut. Tapi sesungguhnya pengeluaran saya kali ini bukan untuk diri saya sendiri, melainkan memang diperuntukkan bagi kebutuhan rumah tangga. Saya memang kudu membayangkan dapat mendapat bonus yang besar, sehingga kemauan saya untuk displin menjadi lebih semangat lagi. Cuma kadang yaa.. itu kalau kambuh moody nya, emang harus selalu memompa semangat bagi diri sendiri deh.. Belajar displin dan konsisten, sebenarnya hanya konsep itu saja yang belum pernah saya terapkan dengan sungguh-sungguh. Alhasil, malah jadinya saya mulai belajar marketing. Suatu hal yang dulu saya tidak pernah saya bayangkan untuk bisa memulainya. Sekarang ini dengan kondisi kebutuhan yang memang saya semakin rawan harus meningkatkan income untuk mempersiapkan biaya hidup anak saya. Mengandalkan suami saja, sepertinya bukan tipe saya, sehingga memang saya harus berpikir lebih untuk hal tersebut. Sehingga saya harus belajar untuk bisa memasarkan.

Attitude and Cooperation

Menurut saya, core departemen tempat saya bekerja ini, sebenarnya merupakan tempat yang paling kudu bisa mengedepankan sistem komunikasi dan koordinasi yang paling cepat, akurat dan efektif. Kebetulan saya ini berada di sebuah departemen yang memang seharusnya orang-orang yang di dalamnya bener-bener paham tentang makna saling terbuka tentang peran dan tanggung jawab personel dalam sebuat team. Tentunya dalam setiap pekerjaan, yang namanya team merupakan kesatuan dari beberapa orang yang merujuk pada suatu tujuan. Kalau di perusahaan tempat saya bekerja ini, divisi pembelian tentunya berkaitan dengan kepuasan user alias customer yang menjadi pelanggan kita. Kalau di perusahaan yang masih dalam bentuk project begini, tentunya hanya berkaitan dengan sesama departemen saja, sebutlah misalnya departemen maintenance and heavy equipment, mengajukan permohonan permintaan barang pembelian mur dan baut. Proses pembeliannya pun bisa memerlukan waktu, misalnya masih kudu mengerti benar spesifikasi barang. Nah, disinilah gunanya komunikasi. Koordinasi disini penting karena berkaitan dengan kebutuhan user yang emang menunjang kegiatan produksi di pabrik sana. Selain itu, komunikasi dengan sesama rekan kerja. Menurut saya, yang namanya sebuah team, yang namanya ngobrol antara sesama rekan satu team itu merupakan hal yang paling penting. Saya sebenarnya sangat paham sekali bahwa setiap orang tentunya mempunyai karakter, visi dan sikap individual. Saya menyadari benar, ketika teman kerja saya mempunyai misalnya, sifat egois, tidak bisa diperintah atau bahkan tidak bisa bekerja dalam sebuah team. Artinya memang dia lebih suka bekerja sendiri. Tapi tetep dunk dalam batas kewajaran. Artinya kita ini merupakan team yang .. helloo.. ada orang lain juga di situ juga. Kalau Cuma bilang selamat pagi dan pamitan pulang ajah susah banget untuk ngomong, lha buat apa masuk dalam sebuah divisi yang notabene kudu ngomong tiap hari. Emang bener sih, hubungan kita cuma dengan supplier dan user. Tapi mbok ya nyadar, di ruangan itu ada makhluk-makhluk Tuhan yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Bisa hanya menyapa ringan, say hello, atau berkomentar ringan. Kecuali kalau emang dirinya sakit permanen, trus kemudian tidak menyapa teman-teman di sekelilingnya yang merupakan satu keluarga. Ya ampuun.. mending dirinya resign ajah, daripada membuat kekompakan satu team menjadi bubar. Pernah mikir nggak sih, siapa yang mengerjakan tugasnya klo dirinya cuti atau sakit atau sekedar lagi nggak mood kerja. Pernah mikir nggak, koordinasi itu tidak hanya dengan atasan saja melainkan juga dengan rekan-rekan sekitarnya. Yang ada ketika hanya diam dan pasif, tanpa ada keterangan apapun, mending dirinya cuti panjang atau resign sekalian. Pernah mikir nggak sih, kalau sikap itu merupakan hal yang paling banyak berkaitan dengan tim kerja, hubungan antar karyawan dan saling menghargai sesamanya. Bahkan perusahaan biasanya akan lebih mempertahankan karyawan yang menghargai orang laen, optimis dan mampu bekerja sama dibanding dengan yang bekerja baik namun punya perilaku aneh. Suer, saya sungguh tidak bisa mengerti dengan jalan pikirannya ketika istilahnya kalau orang lokal bilang kapal kayu, artinya orang yang tidak mau bertegur dengan rekannya. Masak kerja modelnya kudu disuruh melulu oleh atasan, tidak ada inisiatif untuk memulai sesuatu. Bekerja dimanapun pasti tidak akan lepas dari suatu team kerja. Bahkan suatu perusahaan kadang sangat berpengaruh antara kerjasama dan semangat dalam suatu team. Sekalipun hanya satu departemen saja. Karyawan yang bisa bekerja sama dengan siapapun, menjadi poin penting yang diperhitungkan. Sebenarnya dirinya itu mikir nggak sih, bahwa tidak ada keberhasilan per orang, melainkan yang ada keberhasilan team. Bahkan dia tidak menyadari ketika banyak pekerjaannya yang diambil alih oleh orang lain, terlihat bahwa sebenarnya dirinya tidak capable di bidang kerja nya tersebut. Pernah nyadar nggak sih, bahwa proses kinerja nya selama ini, diamati terus oleh pimpinan. Walaupun tetap berorientasi pada hasil yang diperoleh, namun cara yang dilakukan untuk meraih hasil yang maksimal pun, sepertinya juga menjadi pertimbangan penilaian atasan. Mikir nggak sih, ketika sekarang berada di jaman dimana banyak orang yang berebut kerja dan kadang melakukan apapun untuk bisa mendapatkan pekerjaan tersebut, bisa ajah kan sewaktu-waktu posisinya bakal digeser. Tidak melulu menjadi orang yang harus cerewet atau miss gaul kalau istilah ponakan saya. Melainkan hanya memaafkan dengan cepat, kemampuan kecepatan untuk menyelesaikan masalah, salah persepsi, dendam dikerjai rekan, padahal emang tidak bermaksut mengerjai, hanya sebatas salah paham saja, dan konflik pun sehingga suasana kerja menjadi nyaman kembali. Mikir nggak sih, kalau hidupnya itu tidak sendirian di situ. Mikir nggak sih, ketidaknyaman suatu team akan berpengaruh pada kelangsungan bisnis perusahaan. Tau juga sih, kalau rasa dendam hanya akan membuat kita lelah dan tidak mampu berpikir positif. Jadi jangan marah kalau saya mendoakan bahwa rekan yang nyebelin, suatu ketika akan kena batunya sendiri.. hehehe..