Rabu, 30 November 2011

Self Control

Entah darimana datangnya rasa untuk selalu ingin membeli barang diskon, ato barang bagus ketika di outlet. Saya sendiri kadang sering tidak tahan untuk melihat barang bagus tersebut, apalagi ditambah dengan harga diskon. Atau barang yg laen, seperti BB. Semua barang elektronik, menurut saya pada akhir nya akan mencapai titik harga yg semakin turun. Kadang saya jg makin bingung, ketika BB mungkin fasilitasnya dibanding alat komunikasi yang laen, BBM ajah. Sudah. selebihnya bergantung pada kepiawaian sang pemilik untuk menambah aplikasi dari BB tersebut. Kalaupun ada yang tertarik dengan BB baru, please deh, wong fungsi nya sama loh. Mending tunggu sampai harganya agak miring, trus baru beli. Lha klo sampai harus mengorbankan diri untuk beli dengan harga diskon trus mendapat kejadian konyol. Waduh, hidup ini lebih indah daripada hanya sekedar antri beli BB. Mungkin inilah gaya sebagian orang-orang yang merasa hidupnya akan lebih lengkap dengan BB baru. Mungkin merasa bahwa BB baru ini bisa membuat hidupnya lebih berwarna. Tidak semua orang bisa merasa bahwa dengan BB nya yang sekarang ini, sudah cukup melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Mungkin mereka masih butuh sesuatu yang mampu menggairahkan hidupnya. alhasil, mereka dengan sukarela antri untuk beli BB dengan harga diskon demi mencapai tujuannya. entah demi gengsi, biar dianggap tidak gaptek ataupun yang laennya. Ini pernah saya alami ketika saya melihat sebuat Tas ransel merk elizabeth. Harganya sekitar 300ribuan. Kebetulan saya sangat menggemari tas ransel. Yang saya lakukan, saat timbul keinginan membelinya, saya bertanya, "Apakah dengan membelinya, akan meningkatkan pendapatan saya?" karena kadang ada juga yang membeli tas sebagai investasi. Langkah selanjutnya, saya kembali menengok tas ransel saya yang bertumpuk di lemari. Kemudian saya berpikir, tas elizabeth itu, jika saya beli, pasti nasibnya akan sama juga. Jadi saya putuskan untuk tidak membelinya. Mungkin tas itu akan lebih baik bila bersama dengan orang yang mampu memperlakukan secara layak. Saya tidak bermaksut mencontohkan perbuatan saya. Saya hanya ingin menggambarkan bahwa ternyata, kita sanggup kok mengendalikan diri, disertai dengan niat kuat untuk mengelola rasa ingin memiliki. Banyak hal laen yang masih bisa kita lakukan lebih dari sekadar menuruti keinginan. Kecuali emang diri kita udah bener2 menjadi milyader dan bisa mengalokasikan uang secara benar. Yaaa.. bebas ajah deh..

Senin, 14 November 2011

You don’t know what you’ve got, until it’s gone

Pada suatu ketika, saat tiba masanya, segala sesuatu harus kita jalani sendirian. Menapaki waktu tanpa teman dan orang-orang yang menyayangi kita. Ketika temaram malam, seakan selalu mengiringi langkah. Gelap, mengharap seberkas sinar bulan dapat menembus pekatnya malam. Berharap mampu menemukan jalan untuk pulang dalam kehampaan yang sangat. Mendengungkan dalam pikiran, bahwa semua akan baik-baik saja. Mengafirmasi diri sendiri, bahwa esok pasti mentari akan membagi sinarnya. Menumbuhkan bunga dan seisi alam semesta. Kelelahan dalam menekuni konsekuensi modernitas, kadang membuat semangat berusaha meredup. Jiwa yang terpanggang nafsu, membuatnya semakin lupa untuk menemukan oase mimpi yang mampu menebus dahaga pengetahuan yang selama ini mongering tertelah kepongahan rutinitas. Berdiri dalam masa yang jenuh dengan hal-hal yang absurd. Merindu sesuatu yang dulu pernah singgah di hati. Mengingat sesuatu indah yang entah telah berapa lama ditinggalkan. Hal-hal kecil yang dahulu terasa sangat biasa, ketika sekarang menjadi sesuatu yang paling dipuja untuk memenuhi kenangan. Berkah tersendiri ketika manusia memiliki memory yang luar biasa besar untuk mengingat kenangan indah. Kadang membuat sesuatu terkesan lebih bermakna. Beruntunglah ketika dahulu, menikmati segala hal dengan baik. Masa lalu yang begitu penuh warna sehingga ketika sekarang ketika hidup masing-masing, kenangan yang berwarna pula yang selalu akan tetap indah. Bersyukur ketika kelak mampu bercerita tentang hal-hal yang penuh warna itu pada generasi seterusnya. Mengisahkan hal-hal yang membuat mereka seharusnya menjadi tanda alarm ketika hendak melangkah kelak. Masalahnya hanya karena kita lahir lebih dulu, jadi ketika kita akan menjadi pencerita yang hebat juga, jika kita punya cerita hebat yang pernah kita tahu sebelumnya. hanya menggurui, cukup hanya menjadi pencerita, dan biarkan mereka yang akan mengambil kesimpulan. Kadang kesalahan kita sebagai orang tua, karena terlalu memandang remeh anak-anak muda tersebut sehingga seakan-akan kita lah yang benar. Padahal ini hanya masalah lebih dulu lahir. Mungkin hal-hal indah tersebut akan menjadi tetap indah ketika hanya berupa kenangan. Kadang reuni memang cukup mampu menepis romantisme masa sekarang. Mengulas senyum ketika kilasan gambar tentang kenakalan yang pernah dilakukan. Mungkin seharusnya memang begitu, memuaskan hasrat ketika masa muda masih bisa dijangkau. Dan selesai ketika tiba pada masanya usai. Titik dimana pada akhirnya kita harus membagi kesempatan untuk memikirkan diri sendiri dan konsentrasi pada hal-hal selain ego.

The Other Side of Story

“Sahabat mungkin akan pergi, tetapi persahabatan tidak akan pernah hilang”
Begitulah dulu saya pernah mendengar sesuatu kalimat yang disampaikan secara tidak sengaja oleh teman saya. Ketika itu akhir di masa kuliah, sekitar semester setelah menjelang skripsi usai. Saat berkumpul di perpustakaan pusat untuk menyerahkan bendelan skripsi sebagai syarat pengurusan gelar kesarjanaan di gedung rektorat. Berkumpul hanya dengan sahabat dekat yang sebentar akan berpisah, kembali ke tempat atau kota asal masing-masing. Mencoba merajut masa depan. Bagi yang memiliki IP lumayan tinggi, tentunya ada sedikit kebanggaan, mampu mencari pekerjaan atau bahkan mampu menciptakan pekerjaan. Bagi yang selama ini sudah bekerja, tinggal melanjutkan sedikit langkah untuk mendapatkan kehidupan yang semestinya. Kami lulus sekitar periode tahun 2003-2004. Sehingga detik ini, hanya tersisa segelintir orang yang bisa berkomunikasi. Baik melalui jejaring social, sms ataupun media lainnya. Sungguh mengharukan ketika sekarang saling bercerita tentang kondisi masing-masing. Keadaan yang sudah berkeluarga. Saling bercerita tentang suami, anak,ataupun keadaan diri sendiri yang penat dengan pekerjaan ataupun hal yang lain. Bercerita tentang mantan pacar dulu yang sekarangpun mungkin sudah berkeluarga dengan orang lain. Kadang ketika di facebook muncul tagging foto-foto jadul, sangat terasa kerinduan yang menyeruak muncul, “apakabar dia sekarang?” “bagaimana kondisinya sekarang?” Mendoakan hal-hal yang baik, menjadi obat yang menyenangkan untuk sekedar mengurangi rasa rindu tersebut. Teman-teman yang dahulu menjadi rekan seperjuangan di masa kuliah, kini sibuk memperjuangkan keadaan masing-masing. Apalagi dulu ketika saya belum menikah, dan berteman dengan teman-teman yang telah menikah. Kadang merasa aneh, belum menemukan pasangan yang tepat dan mereka selalu bertanya, “Kapan kamu menikah?”. Ironi yang tidak akan pernah selesai ketika sekarangpun, ketika selesai menikah, saya kembali ditanya, “Kapan punya anak?” pertanyaan yang tidak akan pernah bisa selesai terjawab. Tapi sungguh, kebersamaan itu tidak akan pernah bisa digantikan. Rasa indah yang selalu akan ada dalam setiap perjalanan hidup masing-masing dari kita yang dulu pernah bersama. Ketika sekarang, kita sudah semakin tua dan sibuk dengan urusan pribadi, akan selalu ada hal yang membuat saya selalu merindukan setiap detik kebersamaan. Perubahan yang terjadi, memang berlaku natural, seiring dengan bergantinya waktu. Teman sejati tidak akan pernah bisa melupakan hal yang indah. Bila sekarangpun telah berubah, maka sebenarnya hanya pergantian masa disaat cerita lain sedang berlangsung. Maka akan ada cerita lain disisi sebaliknya. Sahabat yang tidak sengaja mengingat ulang tahun sahabatnya, mungkin hanya hal sepele. Namun bagi sahabatnya tersebut merupakan hal yang sangat penting. Merindu teman-teman lama tidak akan pernah usang untuk diceritakan. Kenangan indah yang akan selalu terpatri dalam relung hati. Saat sekarang, kesibukan memang merentangkan jarak bagiku dan bagimu, namun bertemu dalam mimpi kadang cukup membuat cerita itu akan tetap selalu ada. Andaipun dirimu yang nun jauh disana, tetaplah dekat dalam hatiku. Bila dirimu telah tenang disana, tetapkan hidup dalam imaji kenangan kebersamaan yang tidak akan pudar