Sabtu, 28 Agustus 2010

Take your own business, Sir

Kantor tempat saya bekerja, yang ada di kota terpencil ini. Ternyata, beberapa bulan belakangan ini, sudah ada indikasi mulai terjadi intervensi pada salah satu departemen di kantor saya oleh salah satu deputi saya. Cukup mengherankan, ketika departemen yang tidak ada sangkut pautnya dengan deputi tersebut, ternyata salah satu deputi tersebut melakukan kegiatan yang perlindungan pada salah satu staf departemen itu. Menurut pendapat saya, sangat disayangkan bila dalam hubungan kerja yang tidak ada kaitannya dengan perasaan, harus dicampuradukkan dengan perasaan protective seperti itu. Bahkan antar sesama staf anggota departemen itu saja, deputi tersebut masih saja melakukan kegiatan perlindungannya yang seharusnya tidak bisa dilakukan. What a shame. Ketika kita bekerja dalam dunia profesionalitas dan menjunjung tinggi integritas, tentunya tindakan bodoh ini tidak terpuji. Mencari kesalahan orang hanya demi melindungi seseorang yang belum tentu benar pekerjaannya. Sungguh merupakan bukti bahwa betapa piciknya pikiran orang tersebut. Bekerja seharusnya mengandalkan potensi dan jiwa kerja keras dari masing-masing personil. Tidak mengandalkan back up dari orang lain. Yang kadang bukan pada tempat nya melakukan hal nista seperti itu. Coba saja bayangkan, jika hal tersebut terjadi pada dirinya sendiri, pastilah yang bersangkutan tersebut akan juga merasakan ketidaknyamanan. Kebetulan, saya juga bukan orang yang suka dengan hal-hal tersebut. Karena kemampuan saya hanya sebatas staf saja di perusahaaan saya ini, maka hal yang bisa saya lakukan, hanyalah menyindir staf depatement yang mendapat perlindungan bodoh tersebut. Karena, bekerja di perusahaan besar seperti ini, tidak seharusnya mengandalkan perlindungan bodoh seperti itu. Ujung-ujungnya, kemarin sore, saya dipanggil menghadap salah satu deputi tersebut. Dan seperti biasa, dia mengemukakan keluhan tentang pekerjaan saya, yang bahkan atasan langsung saya sendiri, tidak berkeberatan dengan pekerjaan saya tersebut. Deputi yang seharusnya tidak mengurusi masalah pekerjaan saya, malah menanyakan hal-hal yang selama ini tidak menjadi tanggung jawab saya secara langsung, karena itu menjadi tanggung jawab rekan kerja saya yang lain. Semua orang pun paham, bila sang deputi tersebut hanya berusaha mencari kesalahan saya dan menunjukkan nya pada atasan langsung saya tersebut. Beruntunglah, atasan saya bisa berpikir secara logis. Karena sebenarnya, memang saya tidak ada masalah dengan salah satu deputi tersebut. Akan sangat disayangkan, ketika sang deputi tersebut. Ini masih mending, saya masih punya atasan yang baik. Lha kalo hal tersebut terjadi pada teman-teman yang tidak seberuntung saya? apa kata dunia coba?

Jumat, 27 Agustus 2010

Dare To Be Different

Sepertinya sepele untuk diucapkan. Kerena begitu terbentur dengan kondisi yang sesungguhnya, saya sendiri mengalami ketakutan yang luar biasa. Padahal masalah yang dihadapi juga sebenarnya mudah untuk dipecahkan. Ini hanya bermula dari ketidakberanian. Ketika saya mencoba untuk memahami orang lain, saya menjadi lebih takut bahwa saya tidak mampu menjadi bahagia. Karena selama ini, saya selalu terpusat dengan kebahagiaan saya sendiri. Keegoisan yang selama ini, menjadi benteng yang kukuh. Perlahan tapi pasti, harus saya ubah. Jika saya ingin berubah menjadi dewasa. Bagaimanapun, manusia tidak akan bisa hidup sendiri, minimal ada seorang teman sehingga hidup tidak menjadi kesepian. Yang paling pasti lagi, ada dalam ayat pada agama yang saya anut, Bahwa yang hidup, pastilah akan mati. weeww.. artinya, jika selama ini saya terlalu egois untuk hidup sendiri. Jika ini terjadi terus menerus, kelak saya akan merepotkan diri sendiri, jika mati. Siapa yang hendak mengubur saya. Benturan inilah yang kadang masih membuat saya takut untuk berani mengambil langkah apapun. Kadang, saya sering berpikir, ribet banget menyelenggarakan hal-hal yang selama ini selalu saya abaikn. lebih parah lagi, saya punya kecenderungan untuk malas menikah. Repot.. Sekalipun saya diimingi bahwa menikah itu enak sekali. Banyak rejeki lah. Bahwa menikah itu bagian dari ibadah lah. Saya pernah mengikuti seminar tentang pernikahan, beberapa kali. Pasangan juga sudah ada dan senang sekali mengajak saya menikah. Cuma greget saya, tidak ada sama sekali. Saya cenderung tidak peduli. Setiap kali saya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan fisik, misalnya menyapu, mencuci dan sebagainya, saya selalu sempatkan untuk selalu berpikir, sebenarnya mau saya ini apa? masa cuma menunggu mati saja. It's so pathetic, girl. Sekarang, saya harus membiasakan diri untuk tidak hidup sendiri. Karena saya sudah melakukan langkah awal yang saya sadari kebodohannya. Bagi saya, jatuh cinta merupakan hal yang bodoh. Tapi tetap saja, saya jatuh cinta. sekarang, konsekuensi jatuh cinta ialah menjalani hari-hari untuk bisa mensejajarkan langkah dengan pasangan saya. Yang paling saya berat merasakannya adalah, menekan perasaan saya untuk tidak egois. Mencoba menerapkan hal-hal yang berbeda dengan hal-hal yang selama ini saya lakukan. Cukup berat sekali. Saya belum terbiasa untuk tidak egois.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Pioneer

Tahun 2009 lalu, di kota kecil tempat tinggal saya sekarang, diluncurkan film perdana tentang kota kecil ini. Judulnya Melodi Kota Rusa. Buatan lokal yang patut diberikan apresiasi tinggi untuk membuat karya-karya yang lebih baik lagi. Walaupun film itu sudah dirilis tahun lalu, namun saya baru dapat menonton film itu, beberapa hari lalu. VCD nya memang sudah beredar, cukup murah kok. Film komersil dengan cerita klise tentang cinta dan hasrat meraih cita-cita. Alur yang ditampilkan sangat sederhana. Konflik yang muncul juga tidak banyak menimbulkan asumsi berlebihan. Penyelesaian juga tidak jelas. Masih banyak kekurangan. Namun yang unik disini, penggunaan bahasa Indonesia dengan dialek lokal Merauke. Saya merasa, bahwa lingua franca yang dipunyai setiap daerah, pada dasarnya memperkaya pengetahuan tentang bahasa Indonesia. Karena karakter Merauke yang merupakan daerah pesisir, tentunya akulturasi dan asimilasi dari banyak aspek, menjadi hal membuat bahasa Merauke terdengar campur aduk. Antara logat Papua asli dan serapan dari bahasa suku laen, misalnya Bugis, Jawa dan masih banyak lagi. Kebetulan saya berasal dari suku Jawa, pada waktu saya pertama mendengar percakapan dengan orang yang berlogat Merauke, saya bingung sekali dan hampir tidak paham sama sekali. hal ini, mungkin terkait dengan intonasi, pelafalan dan diksi yang digunakan. Serasa sekolah lagi, karena bahasa yang digunakan sebagian besar merupakan EYD. Sesuatu yang dulu tidak pernah saya hiraukan. Mungkin karena saya sendiri, terbiasa dengan perusakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dibutuhkan waktu beberapa lama untuk bisa memahami kata-kata tersebut. Namun, seperti biasa, alah mudah karena terbiasa. Ketika sekarang, "sa pi mancing" atau "ko tra bisa bantu sa pu susah kah?" tidak lagi membuat saya terpingkal-pingkal tertawa.

info lengkap film bisa diliat di http://cafeinbuti.blogspot.com/2010/07/sinopsis-film-melody-kota-rusa.html