Kamis, 26 September 2013

THE RAILWAY CHILDREN

Penulis : Edith Nesbit Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Tebal : 312 halaman ISBN : 978-979-22-5257-6 Tahun Terbit : cetakan kedua, 2010 Berlatarbelakang awal kehidupan di abad 20, kehidupan keluarga yang mempunyai 3 orang anak yaitu, Roberta, Peter dan Phyllis yang tinggal berkecukupan di Vila Edgecombe, pinggiran kota London, Inggris. Rumah yang pada awalnya memiliki perabotan lengkap, disini oleh pengarang digambarkan sebagai rumah biasa berdinding bata merah, yang kaca pintu depannya berwarna-warni, dengan sebuah selasar luas berlantai ubin yang disebut hall-ruang tamu- kamar mandi berkeran air panas dan dingin, bel listrik, jendela-jendela panjang seperti pintu yang menghadap ke kebun, dengan cat putih di mana-mana dan “segala perlengkapan modern” –begitu yang dikatakan oleh agen penyewaan rumah. (hal 7) Tentunya dengan beberapa pelayan, juru masak dan tukang kebun. Kegiatan anak-anak hanya bermain, sekolah dan kegiatan menyenangkan lainnya. Seperti berkunjung ke museum, kebun binatang dan sebagainya. Sang Ayah bekerja pada Kementerian Luar Negeri. Kemudian Ayah tiba-tiba menghadapi masalah yang terungkap di akhir bab, maka Ibu dan 3 anak ini terpaksa pindah ke sebuah desa, meninggalkan semua kemewahan yang selama ini dijalani. Kemudian menempati sebuah pondok kecil yang dikenal oleh penduduk sekitar desa dengan sebutan Pondok Tiga Cerobong. Awal perpindahan mereka terpaksa merasakan hal yang jauh berbeda dengan kehidupan di kota. Ketidakmampuan Ibu untuk menyekolahkan mereka, maka sebagai sarana hiburan, mereka bermain di stasiun yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Alih-alih mereka bersedih karena merasa tertimpa musibah karena Ayah mereka sedang “pergi jauh”, dari stasiun ini mereka mengalami petualangan yang cukup seru. Mereka juga mulai mengerjakan rumah tangga sendiri. Seperti saat Ibu mereka sakit (hal 68). Maka ketiga anak ini mulai mencuci baju, menata tempat tidur masing-masing dan sebagainya menjadi hal yang mengasyikan. Seperti tindakan mencuci batubara dari persediaan kereta di stasiun untuk perapian di rumah, yang diistilahkan Peter sebagai kegiatan “menambang batubara” (hal 28). Mulailah mereka berkenalan dengan beberapa pegawai stasiun, Kepala Stasiun dan Pak Perks, portir stasiun. Diceritakan pula ketika mainan lokomotif Peter yang rusak dan belum sempat diperbaiki oleh Ayah karena terlanjur “pergi jauh”, maka Roberta berinsiatif untuk membawanya pada seorang masinis dalam kereta yang sedang melaju. Karena Roberta berpikir bahwa seorang masinis pasti bisa memperbaiki mainan kesayangan Peter tersebut. Untungnya ada kondektur kereta yang berbaik hati mampu memperbaiki mainan lokomotif tersebut. Petualangan berlanjut saat mereka secara tidak sengaja melambai pada kereta yang sedang melaju pada setiap pukul 09.15, yang tidak diduga memunculkan seorang teman, yang disebut oleh mereka sebagai Pak Tua. Pak Tua inilah yang nanti akan menjadi tokoh yang membantu meringankan beban Ibu ketika sakit, membantu menemukan anak dan istri orang Rusia yang sedang terkena sial karena kehilangan identitas dan tidak bisa berbahasa Inggris, bahkan hingga membantu Ayah kembali. Secara tidak langsung, peran Pak Tua menjadi bagian penting dari kehidupan Roberta, Peter dan Phyllis. Petualangan ketiga anak ini tidak melulu hanya pada seputaran stasiun dan kereta. Mereka juga menjelajahi kanal yang tidak jauh juga dari Pondok Tiga Cerobong. Bahkan mereka mampu menyelamatkan seorang bayi yang berada pada sebuah kapal yang terbakar karena tidak sengaja sang pemilik membersihkan pipanya dengan ceroboh, sisa bara di dalam pipa tepercik, jatuh ke karpet di depan perapian, menghanguskannya dan akhirnya membuat perahu tersebut terbakar (hal 179). Belum lagi kejutan ulang tahun Pak Perks. Niat baik ketiga anak ini, awalnya mendatangi seluruh penduduk desa untuk meminta bantuan merayakan ulang tahun Pak Perks. Namun tidak mudah mendapat bantuan tersebut (hal 186). Pak Perks juga salah paham tentang hadiah tersebut, Pak Perks justru merasa terhina dengan bantuan yang diberikan beberapa penduduk desa tersebut. Namun setelah dijelaskan dengan susah payah oleh 3 anak tersebut dibantu Bu Perks, Pak Perks dapat menerima barang-barang tersebut sebagai hadiah ulang tahun tersebut. The Railway Children diterbitkan pertama kali tahun 1906, dan bahkan pada tahun 1970 pernah diadaptasi menjadi film televisi. Sebagai novel yang dikategorikan bacaan anak-anak, agak dirasa ironis ketika novel ini merupakan penggambaran aturan-aturan di Inggris yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, ataupun gambaran yang tidak ideal terhadap kehidupan anak-anak pada waktu itu. Misalnya saja, ketika pada cerita sang Ayah yang pergi karena ternyata bekerja sebagai agen pemerintah, mungkin dianggap sebagai perwujudan dari perasaan Edith Nesbit yang kehilangan ayahnya ketika dirinya masih berusia 4 tahun. Buku ini sepertinya baik dibaca untuk anak-anak usia awal 7 tahun atau lebih. Karena memang pada dasarnya memang bersifat petualangan dan kasih sayang orang tua. Oleh karena itu, terlepas dari kesedihan dibalik cerita, novel ini cukup memberikan penghiburan pada petualangan yang dialami anak-anak kereta api tersebut. Pesan moral untuk selalu survive pada segala keadaan hidup dan untuk selalu bersemangat menghadapi segala kemungkinan buruk yang terjadi, bahwa setiap kesulitan akan menunjukkan kemudahan pada suatu ketika kelak. -Review ini diikutsertakan dalam Fun Year with Children's Literature