
Hidup di daerah perantauan yang notabene hampir bertolak belakang dengan kebudayaan asal, kadang sering menimbulkan kerinduan tentang hal-hal yang berbau kampung halaman. Bahkan termasuk saya yang terbiasa hidup di berbagai tempat. Seiring dengan berlalunya waktu, ketika saya jauh dari daerah asal saya, sering pula merindukan makanan asal yang jarang dijumpai di tempat tinggal saya sekarang. Dari mulai, gethuk tiga warna, keripik belut, gudeg ceker dll. Kebetulan saya berasal dari suku jawa. Hidup merantau kadang membuat romantisme masa lalu menjadi sebuah perenungan tersendiri. Salah satu yang tiba-tiba muncul di kota tempat tinggal saya sekarang ini, adalah wedang ronde. Sesuatu yang terakhir kali saya nikmati ketika sedang berada di kota kelahiran saya. Nun jauh di pulau Jawa. Wedang ronde merupakan minuman yang menggunakan bahan air jahe. Sedangkan ronde merupakan campuran ketan yang diberi gula. Toping nya biasanya menggunakan buah kolang-kaling, kacang sangrai, bisa juga ditambah dengan agar-agar. Ketika berada di kota kelahiran saya, justru saya tidak menyukai minuman ini, walaupun minuman ini menjadi favorit ibu dan ayah saya. Namun ketika berada di perantauan seperti sekarang ini, makanan inilah yang menjadi sekadar pengobat rindu pada ibu dan bapak saya. Jadi ketika saya melihat penjual wedang ronde, terasa semangat untuk menikmatinya. Hal yang paling unik, adalah sesama pembeli, merupakan semua orang yang pernah merasa tinggal di Jawa. Ketika mulai mengenalkan pada anak-anak mereka. Terasa saya menyaksikan turunan budaya. "Pasti kamu nggak tau, minuman ini" kata seorang ibu pada anaknya. Anak itu hanya senyum-senyum saja. "Ini terlalu pedas" jawab sang anak, sambil mengibaskan tangannya di depan mulutnya. Yaaa, dialog yang membuat saya miris. Bilamana kebudayaan tidak akan terjaga baik, bila tidak ada penjaga kebudayaan yang tidak bisa menurunkan budaya secara baik. Apalagi ketika budaya global semakin bisa menggerus kebudayaan nenek moyang kita sendiri. Betapa sangat mengenaskan. Bagi saya dan suami yang kebetulan juga mengetahui beberapa kultur Jawa, memang merasa sedikit kesulitan jika harus berhadapan dengan budaya luar. Untuk menjaga rasa kedaerahan, walaupun hanya berdasar pada minuman saja. Sudah cukup mampu membuat romantisme masa lalu sedikit bisa terasa kembali.