Rabu, 29 September 2010

THE OTHER CHOICE

Tak terasa, usia saya benar-benar akan menginjak angka kepala tiga. Tidak banyak catatan sejarah yang bisa saya banggakan. Bahkan ketika melihat rekan-rekan, melalui jaringan social yang sedang marak belakangan ini, menunjukkan dengan bangga betapa bahagianya mereka dengan keluarga kecil mereka. Setiap status yang ditulis, biasanya berputar antara suami dan anak. Pengharapan yang indah tentang berumah tangga dengan baik. Melihat betapa hidup tidak melulu monoton hanya dengan kerja dan hal-hal membosankan lainnya. Ada anak-anak yang bisa membuat semuanya menjadi ceria kembali. Usaha untuk tidak membuat bosan pada keadaan yang semakin hari semakin terhimpit tekanan hidup. Beruntung, saya masih bekerja. Artinya masih banyak hal-hal yang bisa saya lakukan untuk menunjang hidup saya untuk hanya sekadar berdasar waras. Masalah yang hidup di kota kecil, adalah keadaan saya yang single. Terkesan memang menyenangkan. Tidak ada beban dan bisa terus bermain-main. Bisa menghabiskan gaji dengan memenuhi kebutuhan diinginkan. Kadang saya sendiri masih saja, kebingungan untuk menentukan hal apa yang sekarang akan saya lakukan. Hidup saya hanya sekadar menjalani hari. Perasaan kosong yang entahlah, sejak kapan saya mulai merasakannya. Pastinya terasa seperti zombie yang tersesat di masa sekarang. Kadang membuat saya sering merasa hal yang sebenarnya wajar, menjadi hal aneh bagi saya. Gawat juga, mungkin saya telah mengalami tekanan mental yang sedemikian akut sehingga hampir menjadi gila tanpa saya menyadari bahwa saya mungkin benar-benar gila. Sikap acuh saya pada kehidupan membuat saya semakin menyadari bahwa hidup saya benar-benar hanya menjalani waktu. Betapa mengerikannya hidup saya ini. Beruntung saya mempunyai pasangan yang benar-benar sabar menghadapi perilaku saya yang aneh ini. Mungkin anugrah Tuhan yang mampu membuat penyeimbang yang indah pada hidup saya yang menyedihkan ini. Banyak hal yang saya pelajari darinya. Terutama perasaan bersabar pada kondisi yang biasanya hanya terpusat pada diri saya sendiri, saya harus berbagi dengannya. Kadang saya benar-benar harus belajar bersabar padanya. Tidak semua hal bisa berjalan sesuai kemauan saya. Karenanya memang saya sedang belajar untuk tidak egois. Segala sesuatu harus dibicarakan secara baik. Kebiasaan memang pasangan saya inilah yang mengalah pada sikap egois saya ini. Begitulah adanya. Tapi sebenarnya memang ini saat nya saya belajar menjadi dewasa, bernalar seperti selayaknya wanita seusia saya. Tapi konsekuensi yang saya peroleh, maka saya akan kehilangan jati diri saya. Saya berpikir, apakah sepadan dengan hal-hal yang selama ini saya pegang teguh. Semua hal indah yang selalu saya jalani, mungkin memang harus dipuaskan sampai tiba saatnya, saya tidak lagi menjadi diri saya sendiri lagi. Waktu, memang aneh, hidup adalah rangkaian alasan yang membuat orang menjadi hal yang bermanfaat. Cita-cita menjadikan hidup semakin indah dan berwarna.

Tidak ada komentar: